Kementerian Perhubungan Tolak Hak Ekslusif Kontraktor Kereta Cepat

Muchamad Nafi
29 Januari 2016, 11:46
Ignasius Jonan
Arief Kamaludin|KATADATA
Menteri Perhubungan, Ignasius Jonan

Proyek kereta cepat ini diluncurkan oleh Presiden Joko Widodo pada 21 Januari lalu. Walau telah dilakukan pencanangan fondasai pertama atau groundbreaking, proyek yang dioperatori oleh konsorsium Badan Usaha Milik Negara dan perusahan Cina itu ternyata masih terkendala sejumlah perizinan. Kelengkapan izin pembangunan harus menyertakan izin usaha dan mengantongi perjanjian penyelenggaran atau konsesi. (Baca: Proses Kilat, Megaproyek Kereta Cepat Resmi Dibangun).

Menteri Perhubungan Ignasius Jonan mengatakan tidak bermasksud menahan-nahan proyek tersebut. Dia hanya menjalankan tugas sebagai pejabat di kementerian teknis yang mengatur perizinan proyek tersebut. Karena itu, instansinya sedang mengebut menyelesaikannya. Dengan alasan itu, Jonan menyatakan tidak bisa hadir dalam acara groundbreaking yang dilakukan di Walini, Kabupaten Bandung tersebut.  

Bila ditengok jauh ke belakang, proyek kereta cepat ini memang kerap mendapat sandungan sedari proses tender. Dua negara bersaing memperebutkannya: Jepang dan Cina. Proposal dua negara itu sempat membuat kabinet “terpecah” ke dalam dua kubu. Misalnya, Menteri Perhubungan Jonan lebih cenderung pada rencanana yang dibawa perusahaan Jepang. Di sisi lain, Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno menetapkan pilihannya kepada korporasi Cina.

Setelah tertunda beberapa lama, pada awal Oktober tahun lalu pemerintah memutuskan pemenang proyek ini adalah perusahaan Cina dengan menggandeng konsorsium BUMN. Begitu diputuskan, ketika itu ramai -juga di negara Cina- ada dugaan proposal kereta cepat dari Negeri Panda itu ternyata terbilang mahal.  (Baca: Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung dari Cina Diduga Lebih Mahal).

Ketika itu, situs media Taiwan wantchinatimes.com melansir sebuah informasi yang menyebutkan bahwa paket Cina tidak lebih menarik dari proposal Jepang. Biaya yang diusulkan Negeri Panda ini lebih tinggi US$ 600 juta atau sekitar Rp 8,1 triliun, dari yang ditawarkan Jepang. Dasar perkiraannya adalah membandingkan pembangunan kereta cepat Jakarta - Bandung dengan proyek sejenis di negera tersebut.

Untuk menggarap kereta cepat Jakarta-Bandung, Cina menganganggarkan biaya 213 juta yuan, sekitar US$ 33,5 juta, per kilometer. Padahal, Cina hanya mengeluarkan dana kurang dari 100 juta yuan, sekira US$ 15,7 juta, per kilometer dalam membangun jalur Wuhan-Guangzhou. Adapun biaya proyek kereta cepat rute Beijing-Shanghai, “Tak lebih dari 177 juta yuan, setara US$ 27,8 juta per kilometer,” demikian wantchinatimes.com mengungkapkan informasi yang diperolehnya.

Halaman:
Reporter: Ameidyo Daud Nasution
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...