Dubes RI Dorong Pengusaha Ekspor Makanan hingga Tekstil ke Peru

Rizky Alika
7 Agustus 2020, 14:09
Dubes RI Dorong Pengusaha Ekspor Makanan dan Tekstil ke Peru & Bolivia.
ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/foc.
Sebuah kapal bermuatan peti kemas melakukan peran pemanduan oleh kapal tunda saat akan bersandar di Pelabuhan Jakarta International Container Terminal (JICT). Dubes RI mendorong ekspor komoditas ke Peru dan Bolivia.

Marina mengatakan, ekspor Indonesia pada 2019 menurun dibandingkan tahun sebelumnya sebesar US$ 286,1 juta dikarenakan Indonesia sudah tidak mengekspor biodiesel.

Selain Peru, diapun menjabarkan peluang peningkatan ekspor ke Bolivia. "Mereka memiliki preferensi bagus terhadap produk Indonesia sehingga mereka sengan berdagang dengan kita," ujar Marina.

Meski begitu, Bolivia merupakan negara land lock yang tidak memiliki pelabuhan. Tak hanya itu, bea masuk ke negara tersebut juga tinggi.

Di sisi lain, Indonesia tidak memiliki kedutaan di Bolivia sehingga legalisasi surat sulit dilakukan.

Padahal, beberapa komoditas yang berpotensi diekspor ke Bolivia tidak jauh berbeda dengan Peru, seperti suku cadang. baterai kendaraan, produk garmen, minyak goreng, dan produk seafood kaleng.

Berdasarkan data yang diolah KBRI Lima, total perdagangan Indonesia-Bolivia pada 2019 mencapai US$ 56 ,8 juta dengan total ekspor ke Bolivia sebesar US$ 55,3 juta dan impor US$ 1,5 juta. Ini artinya, Indonesia surplus US$ 53,8 juta.

Adapun produk ekspor Indonesia ke Bolivia meliputi mesin piston dengan andil sebesar 43%, decoder 20%, dan alas kaki 19%. Sementara, impor dari Bolivia ialah natural sodium borates sebesar 47%, bijih besi 46%, kayu 6%, dan tepung sereal 1%.

Kalangan pengusaha sebelummya mengatakan, pemerintah perlu lebih beradaptasi dengan kebutuhan pasar global di tengah persaingan perdagangan dunia yang sedang ketat akibat pademi corona.

"Pelaku usaha dan eksportir harus pintar beradaptasi dengan kebutuhan pasar dan menciptakan efisiensi yang lebih tinggi," kata Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani kepada Katadata, Senin (15/6).

Menurutnya, adaptasi dan efisiensi perdagangan tersebut diperlukan lantaran kondisi permintaan pasar yang sedang menyusut, sehingga persaingan dagang meningkat tajam. Dengan situasi tersebut, hanya supplier yang paling efisien dan paling menjawab kebutuhan pasar yang mampu mencetak transaksi perdagangan.

Meski begitu, Indonesia seharusnya bisa lebih responsif dalam memanfaatkan pasar-pasar dunia yang masih memiliki permintaan cukup tinggi terhadap komoditas tertentu.

"Kita bisa menekan ketajaman penurunan kinerja ekspor tersebut," ujar dia.

Halaman:
Reporter: Rizky Alika
Editor: Ekarina
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...