Pajak Mobil 0% Batal, Pengusaha Harap Ada Insentif Pengganti
Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) tetap berharap pemerintah memberikan relaksasi pajak untuk menyelamatkan eksosistem industri otomotif. Hal ini diungkapkan usai Menteri Keuangan Sri Mulyani menolak usulan pajak mobil baru 0%.
Ketua I Gaikindo, Jongkie Sugiarto mengatakan, penjualan mobil domestik selama pandemi anjlok hingga 50%. Sehingga, pihaknya mengusulkan pemangkasan tarif Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) dan bea balik nama kendaran bermotor (BBNKB).
"Kami mengusulkan pajak tersebut hanya untuk jenis mobil tertentu yang diproduksi di dalam negeri. Karena kalau penjualan kendaraan naik, maka penerimaan penerimaan pemerintah pusat dan daerah pun meningkat" katanya kepada Katadata.co.id, Senin (19/10).
Usulan serupa juga sebelumnya diungkapkan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang akhir Agustus lalu. Selain pajak mobil 0% hanya berlaku sementara waktu untuk menyelamatkan industri kendaraan dari badai Covid-19.
Adanya pemangkasan pajak tersebut diperkirakan bakal menyebabkan harga jual mobil menjadi lebih murah, sehingga banyak masyarakat tertarik membeli. Dengan demikian, pabrik kendaraan bermotor dan komponennya bisa kembali bekerja dan beroperasi normal.
"Tapi kalau usulan tersebut karena pertimbangan pemerintah ditolak, ya tidak apa-apa. Hanya peningkatan penjualan kendaraan juga akan bergerak lambat," ujar Jongkie.
Kendati industri terpukul, dia menyatakan sampai saat ini belum ada perusahaan otomotif yang gulung tikar atau berencana menyetop bisnisnya di Indonesia. Gaikindo menurutnya tengah memilikirkan usulan lain yang akan diajukan ke pemerintah.
"Sejauh ini belum ada info mengenai Agen Pemegang Merek (APM) yang mundur, semua masih bertahan" kata dia.
Sementara itu, Sekjen Gaikindo, Kukuh Kumara mengatakan masih menunggu keputusan resmi pemerintah dalam bentuk kebijakan lain. Dukungan pemerintah terhadap industri otomotif menurutnya saat ini diperlukan.
Sebab, tak hanya soal penurunan penjualan, tapi juga menyangkut keberlangsungan usaha dan hajat hidup 1,5 juta tenaga kerja.
Dia pun menjelaskan, bantuan tak harus berupa stimulus pajak 0%. Tapi bisa relaksasi pajak lainnya yang diberlakukan untuk periode tertentu dan dikhususkan untuk produksi kendaraan dalam negeri.
Kemudahan pajak otomotif, menurutnya juga diberikan negara lain untuk industri dalam negeri seperti yang dilakukan pemerintah Malaysia.
"Jika ada relaksasi, kami harap ini bisa mempercepat pemulihan industri yang berdampak terhadap perekonomian dalam negeri," katanya kepada katadata.co.id.
Pemulihan Daya Beli
Dikonfirmasi terpisah, Direktur Pemasaran PT Toyota Astra Motor (TAM), Anton Jimmy Suwandy mengatakan menghormati keputusan pemerintah. Tapi dia berharap ada dukungan lain yang bisa dilakukan pemerintah untuk menggeliatkan daya beli masyarakat untuk pasar kendaraan.
Tiga hal menurutnya harus menjadi fokus pemerintah, seperti pengendalian kasus Covid-19, pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan industri kredit atau pembiayaan.
"Bagaimana pemerintah, swasta, publik dan stakeholder bersama-sama menangani isu covid dan enhance ekonomi serta bagaimana sektor financing bisa membantu," kata Anton kepada katadata.co,id.
Business Innovation and Sales & Marketing Director PT Honda Prospect Motor (HPM), Yusak Billy mengaku tak mempermasalahkan penolakan usulan insentif kendaraan. Dia menilai pemerintah sudah memiliki pertimbangan matang dalam menyuntikan stimulus fiskal yang dapat dinikmati seluruh dunia usaha.
"Stimulus untuk masyarakat ini pada akhirnya juga akan meningkatkan daya beli masyarakat dan mendorong pasar otomotif," katanya kepada katadata.co.id.
Namun, dia berharap pemerintah tetap memberikan stimulus kepada lembaga keuangan sehingga memudahkan konsumen yang ingin memiliki kendaraan.
Di tengah kondisi pasar yang belum stabil, tidak banyak yang perusahaan harapkan selain mempertahankan pangsa pasar 14,4% hingga akhir tahun. Caranya, dengan melanjutkan program penjualan yang sudah ada dan memasarkan produk sesuai kebutuhan konsumen.
Data Gaikindo mencatat 48.554 unit mobil terjual di dalam negeri pada September 2020. Jumlah tersebut naik 30,3% dibandingkan bulan sebelumnya sehingga masih melanjutkan kenaikan penjualan sejak Juni 2020.
Penjualan mobil domestik mulai pulih dalam beberapa bulan terakhir, setelah anjlok pada Mei 2020. Meski demikian, penjualan kendaraan belum bisa mencapai level normal sebelum terjadinya pandemi. Lihat databoks berikut untuk mengetahui detail penjualan bulanan.
Hingga akhir tahun, Gaikindo memperkirakan penjualan mobil masih berada di kisaran 600 ribu unit, jauh lebih rendah dibanding tahun lalu yang mencapai 1 juta unit.
Menteri Keuangan Sri Mulyani sebelumnya menolak usulan Kementerian Perindustrian terkait insentif pajak hingga 0% untuk mobil baru. Dukungan kepada industri sektor otomotif akan diberikan dalam bentuk insentif yang sudah disediakan pemerintah kepada industri secara keseluruhan.
"Kami saat ini tidak mempertimbangkan untuk memberikan pajak mobil baru 0% seperti yang diusulkan industri maupun Kementerian Perindustrian," ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN Kita, Senin (19/10).
Sri Mulyani menjelaskan, dukungan akan diberikan pemerintah kepada sektor otomotif dalam bentuk insentif yang sudah disediakan untuk seluruh industri. Ia juga memastikan seluruh insentif yang dibeirkan pemerintah akan dievaluasi secara lengkap.
"Jadi jangan sampai memberikan dampak negatif ke yang lain," katanya.
Pemerintah telah memberikan sejumlah insentif pada perusahaan dalam bentuk perpajakan melalui UU Nomor 2 Tahun 2020 maupun UU Cipta Kerja yang akan segera berlaku. Salah satu insentif yang diberikan adalah pemangkasan tarif pajak badan dari 25% menjadi 22% untuk tahun pajak 2020 dan 2021, serta menjadi 20% pada 2021.
Sementara, Pengamat Pajak Institute For Development of Economics and Finance Nailul Huda menilai pembebasan PPnBM mobil baru merupakan kebijakan yang hanya menguntungkan segelintir orang.
"Seperti pengusaha otomotif dan orang-orang dengan berpendapatan menengah ke atas," ujar Huda kepada Katadata.co.id, Kamis (1/10).
Saat ini, menurut dia, hanya masyarakat kalangan atas yang mampu dan mau mengeluarkan uang, sedangkan kelas menengah lebih memilih untuk menyimpan uangnya.
Di sisi lain, pembebasan PPnBM akan menciutkan penerimaan negara karena porsi PPN dan PPnBM dalam penerimaan negara termasuk besar. Maka dari itu, usulan tersebut akan semakin menurunkan penerimaan negara dimana saat ini sedang tertekan akibat Covid-19.
"Jadi saya rasa kebijakan ini sungguh tidak tepat," katanya.