Sulitnya Neraca Dagang RI Surplus saat Ekonomi Pulih & Hambatan Ekspor

Rizky Alika
30 Januari 2021, 08:43
Suasana Terminal 3 Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (12/1/2021). Kementerian Perdagangan menargetkan neraca perdagangan di 2021 akan mengalami surplus US$ 1 miliar, ekspor riil barang dan jasa tumbuh 4,2 persen, ekspor nonmigas tumbuh 6,3 persen d
ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/aww.
Suasana Terminal 3 Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (12/1/2021). Kementerian Perdagangan menargetkan neraca perdagangan di 2021 akan mengalami surplus US$ 1 miliar, ekspor riil barang dan jasa tumbuh 4,2 persen, ekspor nonmigas tumbuh 6,3 persen dan rasio ekspor jasa terhadap ekspor jasa terhadap PDB tumbuh sebesar 2,8 persen.

Berikut adalah Databoks pembelian vaksin Covid-19 oleh berbagai negara: 

Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Shinta Kamdani menilai, target ekspor Kemendag sebesar 6,3% bisa tercapai. Sebab, ekonomi Tiongkok yang merupakan mitra dagang utama Indonesia telah pulih. "Dan kegiatan ekonominya juga cukup stabil sehingga daya serap pasarnya bisa dimaksimalkan," ujarnya.

Menurutnya, ekspor Indonesia sangat bergantung pada variasi produk ekspor, daya serap pasar tujuan, serta kompetisi dagang. CEO Sintesa Group itu mengingatkan, saat pasar perdagangan mengalami kontraksi, persaingan dagang akan jauh lebih tinggi dan mematikan bagi eksportir yang tidak punya pangsa pasar atau efisiensi produk yang tinggi.

Di sisi lain, peningkatan ekspor perlu diikuti dengan kenaikan produksi dalam negeri. Namun, peningkatan produksi masih menghadapi tantangan lantaran industri belum beroperasi secara penuh akibat pandemi.

Padahal, komoditas ekspor yang ditargetkan meningkat ialah produk industri padat karya. "Jadi sulit untuk menggenjot produksinya kalau masih ada protokol pandemi dan belum normalisasi penuh," ujar dia.

Tak hanya itu, logistik perdagangan masih terdisrupsi pandemi sehingga biaya perdagangan menjadi lebih mahal. Hal ini terjadi karena adanya kelangkaan kontainer. "Semua ini akan mempengaruhi daya saing kita di pasar tujuan," kata Shinta.

Hambatan Ekspor

Masalah lain adalah adanya hambatan dagang dari negara-negara mitra. Kementerian Perdagangan mencatat, ada 14 negara yang mengenakan 37 jenis tarif impor bagi produk Indonesia dalam rangka proteksi pasar domestiknya.

Bahkan, dari jumlah itu, lima di antaranya adalah negara tetangga. Misalnya, Australia yang melakukan sunset review bea masuk anti dumping (BMAD) atas produk kertas A4.

Sementara itu, Malaysia mengenakan BMAD pada produk polyethylen terephtalate (PET) dan cold rolled stainless steel, kemudian safeguard atau bea masuk tindakan pengamanan (BMTP) pada produk ceramic floor and wall tiles.

Lalu, Thailand mengenakan BMAD untuk produk biaxially oriented polypropylene (BOPP), dan BMTP terhadap alumunium foil. Kemudian, Vietnam mengenakan BMAD terhadap polyester fiber yarn dan sorbitol.

Masih sesama anggota ASEAN, negara yang paling banyak mengenakan BMTP adalah Filipina. Negara ini mengenakan bea masuk pengaman untuk kendaraan bermotor, Aluminum Zinc (GL) Sheets, Coils and Strips, Galvanized Iron and Aluminum Zinc, Galvanized Iron Sheets, Coils and Strips LLDPE dan HDPE dari Indonesia.

"Banyak produk Indonesia yang mendapat hambatan perdagangan di luar negeri, yang sangat disayangkan mitra ASEAN kita Filipina menjadi juaranya menerapkan safeguard kepada indonesia," kata Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi.

ASEAN-SUMMIT/RCEP
ASEAN-SUMMIT/RCEP (ANTARA FOTO/REUTERS/Kham/aww/cf)

Tak hanya negara tetangga, Amerika Serikat (AS) juga berupaya menahan ekspor Indonesia dengan mengenakan BMAD terhadap 4 produk antara lain PC strand, matras, common alumunium sheet, dan wind towers. Sedangkan, Kanada mengenakan BMAD terhadap produk certain concrete reinforcing bar, dan sunset review BMAD terhadap Oil Country Tubular Goods (OCTG).

Uni Eropa juga mengenakan BMAD terhadap cold rolled stainless steel in coil, dan sunset review BMAD terhadap produk MSG. Kemudian, Ukraina mengenakan BMTP untuk polymeric materials dan kabel.

Sementara itu, Afrika Selatan mengenakan BMAD untuk produk iron non-alloy. Mesir mengenakan BMTP untuk produk raw alumunium, dan BMAD untuk produk ban. Selanjutnya, Selandia baru mengenakan BMAD untuk produk galvanised wire.

Belum usai, Turki juga mengenakan BMTP terhadap polyester staple fiber dan PET Chips. Terakhir, Korea Selatan mengenakan BMAD untuk produk flat rolled stainless steel.

Di tengah lesunya ekonomi akibat pandemi, ada kecenderungan negara-negara untuk melindungi pasar domestiknya dari serbuan produk impor. Pemerintah pun mengantisipasi hal ini. "Ini bukan kali pertama kita diganggu orang tetapi saya bisa menjamin kalau ini bakal terjadi banyak proses-proses seperti demikian," ujarnya.

Halaman:
Reporter: Rizky Alika
Editor: Pingit Aria
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...