Kereta Cepat Jakarta-Bandung Pakai APBN, Tak Sesuai Janji Pemerintah?

Abdul Azis Said
Oleh Abdul Azis Said - Maesaroh
11 Oktober 2021, 18:52
Kereta Cepat Jakarta-Bandung, kereta, Jokowi
ANTARA FOTO/HO/Setpres-Kris/wpa/foc.
Presiden Joko Widodo (tengah) berbincang dengan Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan (kedua kanan), Menkeu Sri Mulyani (kedua kiri) Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil (kanan) dan perwakilan PT KCIC saat meninjau pembangunan tunnel proyek kereta cepat di Bekasi, Jawa Barat, Selasa (18/5/2021).

Jarak Bandung-Jakarta juga bisa ditempuh dengan mudah melalui mobil pribadi karena sudah ada tol.

"APBN kan terbatas, ini kalau dipaksakan bisa bahaya. Seharusnya APBN bisa dipakai untuk kegiatan lain tapi malah berkurang untuk membiayai kereta cepat," ujarnya.

Proyek KCJB diperirakan mengalami pembengkakan biaya sekitar US$ 1,9 miliar atau sekitar Rp 27 triliun. Pada awalnya, proyek tersebut diperkirakan akan menghabiskan dana sebesar US$6,07 miliar atau Rp 86,8 triliun.

Namun, setelah proyek berjalan, biaya proyek tersebut diperkirakan mencapai US$8 miliar atau sekitar Rp 114,4 triliun.

 Direktur Eksekutif Center of Reforms on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal menilai keputusan tersebut dapat merugikan negara.

Ia melihat ada pelung pihak-pihak tertentu memanfaatkan keadaan dan memeanipulasi kerugian yang membengkak lebih besar agar didanai pemerintah.

"Kalau pemerintah dengan mudah kemudian menangung kerugian, ini bisa jadi ada mark up yang besar lagi karena seolah-olah ada penjaminnya," kata Faisal kepada Katadata.co.id, Senin (11/10).

Selain itu, ia juga menilai pemerintah semestinya memenuhi komitmennya untuk tidak melibatkan anggaran APBN sepeserpun dalam proyek tersebut.

 Hal ini menurutnya karena ada tiga alasan. Pertama, bantuan pemerintah akan membuat Badan Usaha Milik Negara (BUMN) semakin tidak sehat karena terus-terusan disuntik dana pemerintah.

Kedua, injeksi ke proyek tersebut akan membebani APBN yang saat ini sedang tidak sehat. Ia mengatakan pemerintah seharusnya lebih selektif untuk memilih program prioritas mana yang harusnya didanai.

Pemerintah perlu menyadari bahwa mereka sedang seret menarik penerimaan, karena itu alokasi belanja semestinya lebih hati-hati.

"Inikan sebenanrya urgensi dan relevansinya dengan pemulihan ekonomi dan penangulanagan pandemi jauh sekali. Itu mestinya jangan dikasih ke APBN lagi, harusnya sesuai komitmen awal saja," kata Faisal.

Pendanaan melalui APBN kemungkinan akan melalui dua skema, yakni merealokasi belanja baik belanja pemerintah pusat maupun daerah.

Kemungkian kedua yakni membiarkan defisit diperlebar lagi. Pada opsi kedua ini, menurutnya pemerintah berpeluang besar menarik utang baru yang dinilai akan membebani APBN ke depannya.

Ketiga, suntikan ke proyek tersebut menunjukkan belanja pemerintah yang tidak hati-hati, sehingga menggerus kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dalam mengelola keuangan negara. 

Dia menyebut, langkah ini akan menjadi bumerang, pasalnya pemerintah hendak menerapkan skema pajak baru lewat Undang -Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) tahun depan.

"Ini akan menurunkan kepercayaan dari pembayar pajak, karena mereka dikenakan beban lebih tinggi, PPN naik, PPh naik, tapi malah dipakai untuk membiayai proyek-proyek yang semestinya tidak layak dibiayai oleh pemerintah APBN," kata Faisal.

Halaman:
Reporter: Abdul Azis Said
Editor: Maesaroh
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...