Investor Indonesia Berpeluang Selamatkan Britishvolt dari Kebangkrutan
Startup baterai kendaraan listrik asal Inggirs, Britishvolt, tengah berkomunikasi dengan konsorsium investor asal Indonesia untuk penjualan saham mayoritas perusahaan senilai £160 juta atau setara Rp 2,98 triliun (Rp 18.650 per Pound sterling).
Langkah ini dinilai sebagai upaya penyelamatan perusahaan yang terancam bangkrut. Potensi nilai transaksi tersebut juga akan menghapus nilai saham pada pemegang saham yang ada.
Konsorsium investor dipimpin oleh DeaLab Group, investor ekuitas swasta yang berbasis di Inggris yang pernah terlibat di dalam beberapa transaksi migas dan energi terbarukan di Indonesia. Konsorsium itu juga diisi oleh perusahaan bisnis logam, Barracuda Group.
DeaLab dan Barracuda Group dimiliki oleh Reza Eko Hendranto, seorang bankir Indonesia yang sebelumnya bekerja di bank investasi AS JP Morgan. Barracuda bekerja sama dengan mitra Indonesia untuk sebuah proyek ekstraksi logam baterai, termasuk nikel.
Di bawah ketentuan kesepakatan penyelamatan, investor akan membayar £ 30 juta atau sekitar Rp 559 miliar yang akan dialokasikan sebesar 95% untuk kepentingan bisnis.
Ketentuan ini juga menyepakati untuk tetap mempertahankan pemegang saham yang ada, termasuk co-founder Orral Nadjari dan perusahaan FTSE 100 Glencore dan Ashtead dengan 5% bisnis bernilai kurang dari £2 juta.
Konsorsium investor itu juga akan memberikan tambahan £ 128 juta atau senilai Rp 2,38 triliun untuk mendanai tahap lanjutan rencana Britishvolt.
Kesepakatan itu diselenggarakan oleh Somerley Capital, penasihat keuangan perusahaan yang berbasis di Hong Kong. Britishvolt pada hari Senin (9/1) mengumumkan sedang dalam pembicaraan dengan investor yang tidak disebutkan namanya untuk mengakhiri ketidakpastian selama berminggu-minggu.
Britishvolt tidak menyebutkan nama investor lain yang mendukung konsorsium tersebut. Seorang juru bicara menolak berkomentar, dia cuma mengulangi pernyataan yang mengonfirmasi bahwa "Britishvolt sedang berdiskusi dengan konsorsium investor mengenai potensi penjualan saham mayoritas perusahaan."
Pengambilalihan tersebut akan dibahas oleh dewan Britishvolt pada Jumat (13/1). Peristiwa itu akan menurunkan nilai perusahaan ke angka £ 32 juta, jauh dari tahun lalu ketika Britishvolt dilaporkan mencapai status unicorn sebagai perusahaan rintisan dengan nilai kapitalisasi lebih dari $ 1 miliar atau £ 820 juta.
Ketua eksekutif, Peter Rolton, menulis bahwa prioritas pertama perusahaan adalah menyelesaikan "fasilitas peningkatan" di Hams Hall, Warwickshire, yang akan memungkinkan perusahaan untuk menguji proses serta berpotensi memberikan sumber pendapatan pertamanya.
Startup tersebut mengatakan pihaknya berencana untuk mencapai "keberlanjutan pendanaan jangka panjang untuk mengejar rencana perusahaan membangun R&D dan bisnis manufaktur sel baterai yang kuat di Inggris."
Pengambilalihan proyek, jika selesai, disebut akan memberikan rasa aman bagi karyawan dan memungkinkan perusahaan melanjutkan upaya ambisiusnya untuk membangun pabrik yang sanggup membuat 30 gigawatt jam (Gwh) baterai setiap tahun.
Cakupan daya tersebut mampu untuk menghidupi ratusan ribu mobil. Membangun gigafactory dipandang sebagai tujuan utama Pemerintah Inggris yang menjanjikan pendanaan £ 100 juta sebagai dukungan finansial untuk proyek tersebut.
Lokasi Britishvolt yang berada di dekat Kota Blyth di Northumberland, dilihat oleh banyak orang di industri otomotif sebagai salah satu lokasi potensial terbaik di Inggris untuk gigafactory karena posisinya dekat dengan saluran listrik energi terbarukan dan pelabuhan laut dalam.
Sejak startup tersebut mencapai ambang kehancuran pada bulan Oktober karena kehabisan uang, pekerjaan pembangunan di pabrik sebagian besar dihentikan sejak musim panas.
Lebih lanjut, Britishvolt mengatakan DeaLab sebelumnya telah terlibat dalam serangkaian kesepakatan senilai lebih dari $ 1 miliar dengan relasinya ke Indonesia, termasuk pembelian minyak, gas dan batu bara, serta bisnis energi panas bumi dan telekomunikasi.
DeaLab Group Limited terdaftar di catatan perusahaan Inggris sebagai perusahaan yang tidak aktif. Rekening perusahaan Inggris tahunannya juga telah jatuh tempo.
Ketentuan di Inggris mengatur bahwa langkah untuk tidak mengajukan laporan tahunan adalah tindak pidana, dan umumnya dipandang sebagai tanda bahaya bagi perusahaan yang melakukan uji tuntas, meskipun denda keuangan maksimum untuk pengajuan yang terlambat hanya £1.500 untuk perusahaan swasta.