Pemanfaatan Nilai Tambah Hilirisasi Nikel RI Dinilai Masih Rendah

Safrezi Fitra
9 Februari 2024, 16:35
hilirisasi nikel, nikel, baterai mobil listrik, nilai tambah nikel
PT Antam Tbk
Aktivitas peleburan nikel di pabrik feronikel PT Antam Tbk.
Button AI SummarizeBuat ringkasan dengan AI

Energy Shift Institute menilai program hilirisasi nikel yang dijalankan di Indonesia saat ini masih rendah. Agar program hilirisasi nikel ini bisa maksimal, Indonesia perlu meningkatkan kapasitas produksi baterai.

Managing Director Energy Shift Institute Putra Adhiguna mengatakan sejauh ini nilai tambah berbagai produk nikel Indonesia berkisar antara dua hingga 11 kali lipat dibanding produk mentahnya. Namun, nilai tersebut masih jauh di bawah nilai tambah yang lebih dari 60 kali lipat jika mencapai produksi baterai.

“Energy Shift Institute memperkirakan tahun ini Indonesia hanya akan memiliki 10 gigawatt-hour (GWh) atau kurang dari 0,4 persen kapasitas produksi baterai global, 2.800 GWh,” ujar Putra dalam keterangan resminya yang diterima di Jakarta, Jumat (9/2). Padahal, konstruksi kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan daya saing nikel Indonesia bersandar pada janji pengembangan industri baterai dan kendaraan listrik.

Meski saat ini sekitar tiga perempat ekspor nikel masih berkaitan dengan industri baja tahan karat. Namun, ketika Indonesia perlahan merangkak naik dalam rantai pasok industri baterai dan
Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB), perlombaan di antara negara-negara lain sudah berjalan kencang.

Energy Shift Institute memprediksi permintaan baterai listrik berbasis nikel bakal terus tumbuh, seiring dengan terus dibangunnya kapasitas produksi di China, ditambah dengan dorongan agresif dari Amerika Serikat dan Uni Eropa untuk mengembangkan industri mereka.

Dengan kapasitas produksi global yang diperkirakan meningkat dua kali lipat menuju 2030, sangat jelas terlihat bahwa Indonesia tertinggal jauh di belakang. Padahal produksi nikelnya meningkat lebih dari delapan kali lipat sejak 2015.

Apabila kapasitas produksi baterai Indonesia tidak ditingkatkan, Putra menilai Indonesia hanya akan bergeser dari eksportir produk nikel untuk baja tahan karat menjadi eksportir produk setengah jadi untuk industri baterai.

“Penting untuk berbagai pihak yang terlibat tidak memandang enteng skala pertumbuhan ke depan karena revolusi kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB) dunia baru saja memasuki babak awal,” ujarnya.

Putra menyadari perhatian publik belakangan ini juga banyak tertuju pada pesatnya pertumbuhan baterai tanpa nikel dan perdebatan mengenai masa depan nikel. Namun demikian, Energy Shift memandang bahwa permintaan nikel dunia untuk baterai sangat mungkin akan terus melambung seiring dengan laju adopsi KBLBB meskipun hadir teknologi alternatif.

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...