Aptindo: Impor Gandum dari AS Tergantung Daya Saing, Bukan Perundingan Tarif


Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (Aptindo) menegaskan bahwa impor gandum dari Amerika Serikat (AS) akan tetap mengikuti mekanisme pasar, seperti harga dan pasokan, bukan ditentukan hasil negosiasi tarif dengan AS. Oleh karena itu, volume impor gandum tidak serta-merta meningkat usai perundingan dagang.
Ketua Umum Aptindo, Franciscus Welirang menjelaskan bahwa industri tepung terigu nasional saat ini mengimpor gandum dari 28 negara, termasuk AS . Menurutnya, keputusan impor bergantung pada daya saing dari sisi harga dan ketersediaan pasokan.
“Gandum itu ada bermacam jenis dan tipe sesuai kegunaannya. Tentu harga persaingan dan ketersediaan saat dibutuhkan akan menentukan realisasi impor gandum dari negara tertentu,” ujar Franciscus kepada Katadata.co.id, Jumat (11/4).
Ditentukan Kesepakatan Bisnis
Senada dengan itu, Direktur Eksekutif Aptindo Ratna Sari Loppies menambahkan bahwa keragaman asal impor gandum penting untuk memenuhi kebutuhan berbagai jenis produksi tepung terigu di Indonesia. Oleh karena itu, volume impor dari AS akan sangat ditentukan oleh kesepakatan bisnis antara pelaku usaha di kedua negara.
“Impor gandum dari AS pada akhirnya akan mengikuti mekanisme pasar. Kami tidak bisa serta merta mengikuti hasil perundingan antara pemerintah dan AS,” kata Ratna.
Ratna mengungkapkan bahwa pemerintah memang sempat meminta peningkatan volume impor gandum dari AS. Namun daya saing tetap menjadi faktor utama. “Daya saing gandum dari AS akan menentukan volume impornya,” ujarnya.
Berdasarkan data Aptindo, Australia menjadi pemasok gandum terbesar ke Indonesia dalam lima tahun terakhir, dengan kontribusi 31,76%. Pada 2024, impor gandum dari Negeri Koala turun 28,71% secara tahunan, dari 4,34 juta ton pada 2023 menjadi 3,09 juta ton.
Ratna menjelaskan bahwa posisi geografis Australia yang dekat dengan Indonesia membuat biaya logistik lebih rendah dibanding negara lain.
Kanada menjadi pemasok terbesar kedua dengan porsi 19,22% pada periode 2020–2024. Impor dari Kanada tumbuh 7,14% secara tahunan pada 2024, mencapai 2,54 juta ton.
Adapun impor gandum dari AS sempat memuncak pada 2020 sebanyak 1,27 juta ton, atau 12,4% dari total impor nasional yang mencapai 10,29 juta ton. Namun, dalam empat tahun terakhir (2021–2024), kontribusinya menyusut menjadi rata-rata 4,33% atau sekitar 481.025 ton per tahun.
“Penurunan impor gandum dari AS beberapa tahun terakhir disebabkan oleh gagal panen yang berkepanjangan. Jadi, kalau impor kembali meningkat, kami tidak ada masalah,” ujar Ratna.