ABK Indonesia Diduga Alami Perbudakan di Kapal Tiongkok

Image title
7 Mei 2020, 09:19
Ilustrasi, siaran MBC News mengenai dugaan perbudakan terhadap awak kapal Indonesia di kapal China. Media asal Korea Selatan MBC News melaporkan perlakuan tidak manusiawi yang dialami oleh ABK asal Indonesia, di antaranya kondisi kerja yang berat serta pe
MBC News
Ilustrasi, siaran MBC News mengenai dugaan perbudakan terhadap awak kapal Indonesia di kapal China. Media asal Korea Selatan MBC News melaporkan perlakuan tidak manusiawi yang dialami oleh ABK asal Indonesia, di antaranya kondisi kerja yang berat serta perlakuan jenazah yang langsung dibuang ke laut.

Para bekerja dipaksa bekerja selama 18 jam sehari, bahkan ada yang dipaksa bekerja hingga 30 jam. Mereka diberikan istirahat selama enam jam sehari untuk kesempatan tidur dan makan.

"Kadang-kadang saya harus berdiri dan bekerja selama 30 jam berturut-turut, dan saya tidak bisa duduk kecuali ketika nasi keluar setiap enam jam," kata salah seorang ABK kepada MBC News.

Bekerja 18 Jam Sehari, Upah Tak Layak

Upah yang diterima pun sungguh tidak layak. Setelah bekerja selama 13 bulan di laut, para ABK tersebut hanya mendapat upah US$ 120 per orang atau Rp 1,8 juta (asumsi kurs Rp 15.000). Artinya, setiap orang hanya menerima kurang lebih Rp 138.000 per bulan selama 13 bulan berada di laut.

Mereka pun mendapat perlakuan diskriminasi dalam konsumsi makanan dan minuman. Hanya para ABK asal Tiongkok yang mendapat air minum kemasan, sementara ABK asal Indonesia diberi minum air laut yang telah disaring.

Kondisi kerja yang berat, serta perlakuan tidak manusiawi yang dialami oleh para ABK asal Indonesia ini membuat beberapa di antara mereka akhirnya jatuh sakit.

Saat bersandar di Pelabuhan Busan, otoritas pelabuhan menyebutkan kondisi para ABK asal Indonesia memprihatinkan. Satu orang dinyatakan meninggal saat menjalani perawatan di rumah sakit Busan.

"Ada praktik eksploitasi yang dialami para ABK, seperti paspor ditahan dan perlakuan diskriminasi lainnya. Dalam kasus ini, Korea Selatan akan menyelidiki lebih lanjut karena yuridiksi universal berlaku," ujar Kim Jong-cheol, pengacara dari Appeal Center of Public Interest, dalam wawancara dengan MBC News.

(Baca: Pemerintah Tiongkok Akui Nelayannya Tangkap Ikan di Natuna)

Halaman:
Editor: Yuliawati
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...