Singapura Krisis Energi, Pengecer Listrik Tak Terima Pelanggan Baru

Happy Fajrian
Oleh Happy Fajrian - Verda Nano Setiawan
18 Oktober 2021, 19:26
krisis energi, singapura,
ANTARA FOTO/ REUTERS/Edgar Su/hp/dj
Merlion Park, Marina Bay, Singapura.

Lonjakan harga gas, yang naik ke rekor tertinggi di Eropa dan Asia bulan ini, juga memukul penyedia utilitas di Inggris, di mana sejumlah perusahaan energi telah runtuh, memaksa sekitar 1,7 juta pelanggan sejauh ini untuk beralih penyedia.

Cina dan India sedang dilanda kekurangan listrik dan pemadaman listrik. Di Singapura, tarif listrik dihitung dengan menggunakan biaya bahan bakar dan biaya non bahan bakar.

Komponen biaya bahan bakar untuk setiap triwulan dihitung dengan menggunakan rata-rata harga gas bumi harian pada periode dua setengah bulan pertama pada triwulan sebelumnya sedangkan biaya non bahan bakar dihitung berdasarkan biaya pembangkitan dan pengiriman tenaga listrik ke rumah.

Singapore LNG Corp saat ini sedang mencari kargo LNG dan menjajaki opsi untuk meningkatkan persediaan LNG di terminalnya mengingat pasokan LNG global yang ketat.

Harga daya beban komersial telah meningkat sebesar 50 persen dari tahun lalu dan diperkirakan akan naik lebih tinggi, kata Whistler.

"Ini adalah perbedaan yang cukup besar untuk sebuah negara yang telah relatif terbiasa dengan listrik dengan harga terjangkau sekarang bergerak ke pasar yang kurang kompetitif dan pada dasarnya tunduk pada harga komoditas global juga."

Regulator energi di Singapura akan terus bekerja sama dengan para perusahaan pengecer listrik yang masih menghadapi tantangan dari pasar listrik yang bergejolak. Sehingga dipastikan tak akan dan gangguan pasokan listrik untuk para pelanggan.

Otoritas Pasar Energi (EMA) menyebut harga pasar listrik Singapura yang ditentukan setiap setengah jam tergantung pada kondisi permintaan dan pasokan, telah terpukul volatilitas harga energi yang lebih tinggi. Khususnya selama dua pekan terakhir ini.

Misalnya seperti peningkatan permintaan gas alam cair di pasar global yang berdampak pada harga, kemudian permintaan listrik yang lebih tinggi daripada biasanya. Lalu, ada juga pembatasan gas alam pipa dari West Natuna dan rendahnya pasokan gas dari Sumatera Selatan.

"Beberapa mungkin merasa sulit untuk mempertahankan operasi mereka dan mungkin memilih untuk keluar dari pasar. Ini adalah konsekuensi dari keputusan bisnis mereka," kata EMA dikutip dari Reuters.

Halaman:
Reporter: Verda Nano Setiawan
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...