Ekonomi yang Lemah dan Dampak Covid-19 Akan Susutkan Populasi Cina

Hari Widowati
9 Januari 2024, 17:26
Populasi Cina kemungkinan turun pada 2023 karena lonjakan kematian terkait Covid-19 setelah negara tersebut secara tiba-tiba mengakhiri karantina wilayah yang ketat.
ANTARA FOTO/Desca Lidya Natalia/rwa.
Populasi Cina kemungkinan turun pada 2023 karena lonjakan kematian terkait Covid-19 setelah negara tersebut secara tiba-tiba mengakhiri karantina wilayah yang ketat.

Diskriminasi Gender

Selain pendapatan yang rendah dan ketidakpastian pekerjaan yang tinggi, para ahli demografi juga menyalahkan diskriminasi gender. Di Cina, perempuan diharapkan berperan sebagai pengasuh dalam keluarga. Hal ini menjadi salah satu faktor yang menghambat reproduksi.

Tahun lalu, Presiden Xi Jinping mengatakan perempuan harus menceritakan kisah-kisah tradisi keluarga yang baik dan perlu secara aktif menumbuhkan budaya baru dalam hal pernikahan dan melahirkan anak. Hal ini ia kaitkan dengan pembangunan nasional.

Pemerintah daerah telah mengumumkan berbagai langkah untuk mendorong kelahiran, termasuk pengurangan pajak, cuti melahirkan yang lebih panjang, dan subsidi perumahan.

Salah satu data yang menunjukkan penurunan angka kelahiran pada 2023 adalah penurunan angka pernikahan pada 2022 ke titik terendah sejak 1979. Pernikahan dipandang sebagai indikator utama untuk kelahiran di Cina, di mana sebagian besar wanita lajang tidak dapat mengakses tunjangan untuk membesarkan anak.

Media pemerintah Tiongkok melaporkan, pernikahan diperkirakan akan meningkat dari tahun ke tahun pada 2023, seiring dengan berkurangnya backlog Covid-19. Namun, para ahli demografi mengatakan hal ini tidak akan cukup untuk meredakan kekhawatiran jangka panjang tentang populasi Cina yang menyusut dan menua.

Media pemerintah melaporkan tingkat kesuburan Cina turun ke rekor terendah 1,09 pada 2022 dari 1,3 pada 2020. Angka ini merupakan salah satu yang terendah di dunia bersama dengan negara-negara Asia Timur lainnya.

Fuxian Yi, seorang ahli demografi di University of Wisconsin-Madison, memperkirakan jumlah kelahiran baru sekitar 8 juta. Ini akan menjadi angka kelahiran terendah sejak pertengahan abad ke-18 ketika jumlah penduduk Tiongkok berada di bawah 200 juta orang.

Yi mengatakan hal ini adalah efek berkelanjutan dari kebijakan satu anak yang diterapkan Cina dari 1980 hingga 2015 karena generasi yang lebih kecil cenderung memiliki lebih sedikit bayi. Dia juga menyalahkan faktor ekonomi.

Peng dari Universitas Victoria memperkirakan angka kelahiran pada 2023 bakal kurang dari 9 juta. Namun, ia mengatakan bahwa penurunan di bawah 8 juta adalah "skenario yang masuk akal."

Sebuah makalah kebijakan pada Desember dari lembaga Penelitian Populasi Yuwa mendesak pemerintah untuk segera membalikkan penurunan jumlah bayi yang baru lahir melalui subsidi keluarga yang murah hati. "Investasi yang paling berharga di Cina saat ini adalah anak-anak," kata makalah tersebut.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...