Swasembada Garam Diprediksi Sulit Tercapai

Michael Reily
23 Februari 2018, 10:58
garam langka
ANTARA FOTO/Saiful Bahri
Petani panen perdana garam pada musim olah tahun ini di Desa Tanjung, Pademawu, Pamekasan, Jatim, rabu (5/7). Sejumlah petani garam yang menggunakan teknologi membranisasi di daerah itu melakukan panen perdana pada pekan pertama bulan Juli dari seharusnya

Kondisi Indonesia sebagai negara pengimpor garam juga dipahami Anggota Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Daniel Johan, lantaran garam bukan produk unggulan Indonesia.

Ia pun menilai Indonesia lebih baik memilih produk unggulan untuk penentu kebutuhan global, misalnya sebagai negara tropis Indonesia memiliki rempah-rempah dan beras yang bisa menjadi produk unggulan. “Swasembada dengan garis pantai itu membuat opini yang salah,” ujar Daniel.

Sebab, menurut perhitungannya, Indonesia memiliki 25.830 hektare tambak  menghasilkan 2,6 juta ton garam per tahun. Sedangkan kebutuhan total mencapai 4 juta ton dengan rincian kebutuhan konsumsi 1,8 juta ton dan industri 2,2 juta ton.

Selain itu, beberapa faktor teknis lain juga diperkirakan kurang mendukung pencapaian target swasembada garam tahun depan., seperti kondisi cuaca yang tak menentu. Padahal sebagian petani garam masih melakukan produksi dengan metode tradisional, yakni memanfaatkan panas matahari.

"Selain panas matahari, ada juga faktor kelembaban udara, arah angin, ketebalan lumpur, dan banyak faktor alam. Karenanya, begitu ada gangguan cuaca, produksi terhambat,” ujar Guru Besar Teknik Kimia UI Misri Gozan

Selain produksi mudah terhambat, kualitas garam yang dihasilkan petambak dengan metode tradisional juga rendah. Oleh karena itu, ia mendorong pemerintah turut membantu peningkatan produktivitas garam dengan pemanfaatan teknologi.

Menaggapi usulan tersebut, Direktur Jasa Kelautan Direktorat Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan Abduh Nurhidayat menjelaskan skema insentifikasi dengan memanfaatkan kajian teknologi sebetulnya sudah dilakukan.

Penggunaan bahan kimia bakal dilakukan untuk pengikatan mineral sehingga proses pengkristalan garam semakin cepat. “Intinya kami mempercepat proses evaporasi sehingga tidak tergantung pada matahari,” kata Abduh.

Air laut yang diambil akan diproses secara sains. Dengan teknik tersbut, biaya produksi garam akan lebih rendah. Selain itu ada produk sampingan yang bisa dihasilkan seperti bahan pupuk.

"Proyek percobaan juga sudah dilakukan untuk lahan 1 hektare di Indramayu, Jawa Barat. Kami masih berbicara tentang proses, belum hasil,” ungkapnya.

KKP juga melakukan pugar kelembagaan petambak garam dengan merancang koperasi sekunder di beberapa wilayah dan juga dilengkapi dengan koperasi induk yang lebih besar. Sehingga, sistem kerja sama dan terpadunya petambak semakin kuat.



Halaman:
Reporter: Michael Reily
Editor: Ekarina
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...