Ogah Langgar Hukum Internasional, TNI Tak Ladeni Provokasi Tiongkok
Tentara Nasional Indonesia (TNI) enggan terpancing provokasi yang dilancarkan oleh kapal coast guard dan penangkap ikan Tiongkok. Kepala Pusat Penerangan TNI Mayor Jenderal TNI Sisriadi mengatakan upaya Tiongkok dilakukan agar RI melanggar hukum laut internasional.
Pekan lalu, kapal coast guard Tiongkok masuk wilayah perairan Natuna Utara dan diusir KRI Tjiptadi-381. Namun hingga Minggu (5/1), kapal tersebut masih bertahan di Natuna sehingga TNI menambah kekuatan untuk mengusir kapal-kapal tersebut.
“Kalau itu terjadi kita bisa yang disalahkan secara internasional,” kata Sisriadi di Jakarta, Senin (6/1).
(Baca: Sengketa dengan Tiongkok, Asosiasi Nelayan Kirim 500 Kapal ke Natuna)
Sisriadi mengatakan TNI dalam menjalankan tugas berpegang teguh terhadap pedoman hukum laut internasional yakni Konvensi Perserikatan Bangsa-bangsa tentang Hukum Laut (UNCLOS) 1982. Makanya mereka akan mematuhi kesepakatan internasional danm tidak terpancing provokasi pelaut TIongkok.
“Prajurit kami bertugas dengan rules of engagement yang diadopsi hukum internasional,” kata dia.
Sedangkan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Polhukam) Mahfud MD mengatakan RI tak akan bernegosiasi dengan Tiongkok mengenai masalah di Laut Natuna Utara. Dia menganggap Beijing telah melanggar hukum lantaran masuk tanpa izin ke Natuna Utara yang merupakan wilayah RI.
Karena itu pemerintah akan terus mengusir kapal yang masih berlayar dan menangkap ikan di Laut Natuna Utara. “(Laut Natuna Utara) itu daerah kedaulatan kita dan kedaulatan itu harus dijaga oleh kita bersama sebagai bangsa,” kata Mahfud di kantornya, Jakarta, Senin (6/1).
(Baca: Mahfud Tegaskan Tak Ada Negosiasi dengan Tiongkok Soal Natuna)
Pemerintah melalui Kementerian Luar Negeri lantas melayangkan protes terhadap pemerintah Tiongkok. Namun Beijing menolak protes dengan alasan nelayan mereka telah lama melaut di wilayah yang dekat dengan Kepulauan Spratly itu.
“Tiongkok memiliki kedaulatan atas Kepulauan Nansha (Spratly) dan memiliki hak yuridiksi atas perairan itu," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok, Geng Shuang, dalam jumpa pers di Beijing pada Selasa (31/12) lalu.