Subsektor Penerbitan Motor Jadi Penggerak Bisnis Konten Kreatif

Dini Hariyanti
22 Januari 2019, 16:26
Peluncuran Buku Promosi tentang Kopi Indonesia
Katadata / DINI HARIYANTI
Kepala Bekraf Triawan Munaf menandatangani prototipe buku Kopi: Indonesian Coffee Craft & Culture, di Jakarta, Rabu (12/12).

Subsektor penerbitan diarahkan menjadi motor penggerak bisnis konten kreatif. Kekayaan intelektual dalam produk penerbitan berupa buku merupakan modal dasar yang dapat dikapitalisasi menjadi beragam karya lain.

Kepala Badan Ekonomi Kreatif Triawan Munaf mencontohkan dua produk turunan dari kekayaan intelektual sebuah buku, yaitu film dan permainan. "Buku ini bisa menjadi sumber awal. Kami ingin perbukuan diutamakan," katanya kepada Katadata.co.id, di Jakarta, Senin (22/1) malam.

Strategi yang ditempuh Bekraf untuk memasarkan lebih banyak produk penerbitan salah satunya dengan turut serta dalam ajang internasional. Pada tahun ini, Indonesia menjadi market focus country London Book Fair (LBF).

Sebanyak 450 judul buku tampil dalam bursa buku internasional tersebut. Target hak cipta yang terjual dalam LBF tahun ini sedikitnya 50 buku. (Baca juga: Lebih 450 Judul Dipasarkan dalam London Book Fair, Buku Anak Prioritas)

Tanpa menyebut nilai, Triawan menyatakan penerbitan menjadi subsektor ekonomi kreatif dengan porsi dana terbesar sekitar 8% dari total pagu anggaran Bekraf pada tahun ini. Salah satunya digunakan untuk mendanai keterlibatan Indonesia dalam LBF.

Pameran buku tersebut fokus mempertemukan berbagai karya penerbitan berkualitas dengan calon pembeli potensial. Acara ini bersifat business to business sehingga penulis dapat melakukan negosiasi langsung dengan penerbit asing yang berminat.

"Kami (pemerintah) juga ingin tahu melalui acara seperti LBF itu, proses negosiasi dan deal jual beli hak cipta dengan pembeli (mancanegara) seperti apa. Belum tentu karya intelektual yang diminati adalah yang sudah populer," ucap Triawan.

Ketua Umum Komite Buku Nasional Laura Bangun Prinsloo menjelaskan, guna mengembangkan bisnis konten kreatif maka yang dijual tidak hanya hak cipta terjemahan buku melainkan kekayaan intelektual yang ada di dalamnya.

"Dari gagasan intelektual yang baik bisa ditransformasikan menjadi buku, film, permainan, aminasi digital, dan lain-lain," katanya. (Baca juga: Ribuan Judul Buku Diminati Asing, Kompetensi SDM Perlu Ditingkatkan)

Potensi kekayaan intelektual di bidang ekonomi kreatif belum dimanfaatkan secara maksimal. Tak hanya komersialisasi intellectual properti (IP) yang belum tergali, upaya proteksi juga minim.

Pebisnis kreatif yang kini mengantongi Hak Kekayaan Intelektual sekitar 11,05% sedangkan 88,95% belum mendaftarkan karyanya. Sebagian besar dari mereka adalah pelaku ekraf di subsektor film, animasi & video sebanyak 21,08%.

Subsektor lain a.l. kuliner sebanyak 19,75%; televisi dan radio 16,59%; penerbitan 15,86%; fesyen 14,14%; desain produk 11,56%; desain komunikasi visual 7,25%; musik 6,88%; kriya 6,69%; desain interior 5,45%; serta arsitektur 3,64%.

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...