Tantangan Suplai Bahan Baku Bagi Pelaku Bisnis Fesyen

Dini Hariyanti
3 Oktober 2018, 17:55
Indonesian Fashion Week 2014
Donang Wahyu | KATADATA

Adapun, Ria Miranda selaku desainer fesyen muslim membenarkan bahwa pilihannya menggunakan kain lokal karena mempertimbangkan harga jual produk. Bahan seperti polyester dan rayon yang ia gunakan banyak disuplai dari pabrikan asal Bandung, Jawa Barat.

"Saya berusaha memberikan kestabilan harga jual kepada konsumen. Meskipun harus ada kenaikan harga, itu harus diimbangi dengan meningkatnya kualitas produk juga," katanya kepada Katadata.co.id secara terpisah.

Selain kain dari tekstil, desainer fesyen punya opsi lain yaitu kain kedaerahan. Tenun, batik, songket, dan lain-lain diakui dapat menambah nilai jual produk fesyen terlebih jika pasar yang dibidik adalah konsumen asing.

Soal ini Gati menyatakan bahwa pelaku industri fesyen skala kecil dan menengah akhirnya memang lebih memilih untuk memanfaatkan kain-kain etnik semacam tenun dan batik. "Sehingga mereka punya segmen konsumen tersendiri," ujarnya.

Namun, pasokan kain kedaerahan kapasitas produksinya terbatas. "Suplai kain tenun, misalnya, untuk kebutuhan produksi massal itu masih mendapatkan hambatan. Kain khas biasanya hanya untuk prapemesanan atau ketika fashion show saja," tutur Ria.

(Baca juga: Tumbuh 8,7%, Busana Muslim Jadi Andalan Ekspor Tekstil Indonesia

Sementara itu, desainer fesyen pemula Cut Beleun turut mengutarakan jawaban senada. Finalis program Modest Fashion Project yang digagas Kemenerian Perindustrian ini mengutamakan bahan lokal untuk busana yang didesainnya.

"Bahan baku, saat ini saya pakai bahan lokal. Kalaupun menggunakan bahan impor, itu kalau sangat dibutuhkan saja. Kain-kain, saya memanfaatkan produk garmen Indonesia. Untuk sepatu juga memanfaatkan kulit domba atau kambing," kata dia.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...