Banyak Permintaan, Kementerian ESDM Minta Pertamina Fokus di Dua Blok
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyoroti sejumlah rencana aksi korporasi PT Pertamina. Misalnya, hal ini terkait upaya perusahaan pelat merah itu untuk mengkases ruang data (data room) beberapa blok minyak dan gas terminasi yang masa kontraknya berakhir beberapa tahun lagi.
Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM Djoko Siswanto meminta Pertamina untuk berfokus saja dalam mengelola dua blok utama: Mahakam dan Rokan. Blok Mahakam sudah digenggam penuh Pertamina sejak awal tahun ini selepas dioperasikan Total E&P Indonesie dan Inpex Corporation. Adapun Blok Rokan mulai dikelola pada 2021, berpindah dari Chevron Pasific Indonesia.
Dengan mengajukan akses ruang data ke beberapa blok terminasi, Djoko menilai Pertamina dapat membuang-buang waktu. Apalagi produksi blok migas terminasi lainnya lebih kecil. Hal ini dapat membebani Pertamina sehingga berpotensi membuat perusahaan migas negara itu tidak untung.
“Pertamina fokus Rokan dan Mahakam karena produksinya besar. Kalau yang kecil-kecil repot, habis tenaga, pikiran, hasilnya kecil,” kata Djoko di Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (10/8). (Baca: Kementerian ESDM Izinkan Pertamina Akses Ruang Data Blok Corridor).
Menurut dia, dengan mengelola banyak blok terminasi, Pertamina malah akan kesulitan mengatur kinerja masing-masing blok. “Direktur hulunya kan satu, pusing lah dia. Rokan itu produksinya mungkin lebih besar dari lapangan yang Pertamina punya,” ujarnya.
Beberapa waktu terakhir, Pertamina memang telah mengajukan izin untuk mengakses ruang data sejumlah blok migas terminasi. Di antaranya Blok Corridor dan Blok Jabung. Kedua blok itu akan habis kontrak pada 2023. (Baca: Pertamina Siap Akses Ruang Data Blok Jabung).
Walau kali ini Djoko mengkritik, Kementerian ESDM sejatinya telah memberi izin kepada Pertamina. Karena itu untuk Blok Jabung, misalnya, Pertamina sudah bersiap mengakses data migas langsung dengan PetroChina selaku operator Blok Jabung.
Demikian pula dengan Blok Corridor. Senin kemarin, Direktorat Pembinaan Usaha Hulu Migas Kementerian ESDM mengizinkan akses kepada Pertamina yang terdiri dari dari data geofisika, infrastruktur, serta data lain yang relevan dari ConocoPhilips.
Namun, permintaan Djoko Siswanto agar Pertamina lebih berfokus pada dua blok tadi bisa jadi beralasan jika melihat tingkat produksinya. Di Blok Mahakam, Pertamina mengoperatori sejak 1 Januari 2018. Hingga kini, produksi Mahakam belum mencapai target.
Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas Wisnu Prabawa Taher menjelaskan produksi gas Blok Mahakam rata-rata baru 957 juta kaki kubik per hari (mmscfd) per 5 Agustus 2018. Padahal, target di Rencana Kerja Anggaran (RKA) Pertamina tahun ini mencapai 1.008 mmscfd.
Sementara untuk produksi minyak, capaiannya baru 43 ribu barel per hari (bph) pada waktu yang sama. Realisasi ini lebih rendah dari target dalam RKA Pertamina sebesar 46 ribu bph. Padahal pada Januari-Juni, produksi minyak Blok Mahakam bisa tembus 46 ribu bph.
Adapun pada akhir Juli lalu, Pertamina kembali mendapat mandat mengelola blok migas habis kontrak, yakni Blok Rokan di Riau. Blok ini akan habis 2021 dan masih dioperatori oleh Chevron Pasific Indonesia hingga saat ini. (Baca juga: Pertamina Rebut 100% Blok Rokan dari Chevron - Katadata News).
Pertamina berhasil memenangkan blok Rokan lantaran proposalnya lebih baik dari Chevron. Di antaranya, Pertamina menawarkan bonus tanda tangan untuk kontrak Blok Rokan mencapai US$ 783 juta atau Rp 11,3 triliun. Adapun komitmen kerja pasti lima tahun pertama US$ 500 juta atau Rp 7,2 triliun. Lalu, potensi pendapatan negara selama 20 tahun sebesar US$ 57 miliar atau Rp 825 triliun.