Pemerintah Diminta Munculkan Opsi Skema Bagi Hasil Gross Split

Anggita Rezki Amelia
8 Agustus 2016, 20:12
Rig Migas Lepas Pantai Pertamina Hulu Energi
Katadata

Pelaku industri hulu minyak dan gas bumi (migas) berharap adanya opsi baru dalam skema kontrak bagi hasil, yaitul Gross Split Sliding Scale. Skema ini diharapkan bisa masuk dalam revisi Peraturan Pemerintah Nomor 79 tahun 2010.

Joint Venture and PGPA Manager Ephindo Energy Private Ltd Moshe Rizal Husin mengatakan, skema gross split sliding scale hingga kini belum masuk dalam PP 79 tahun 2010. Aturan ini hanya mengatur mengenai cost recovery atau pemulihan biaya operasi dan pajak di industri hulu migas. (Baca: Cost Recovery Migas Bermasalah, Pemerintah Kaji Sistem Baru Kontrak)

Sementara skema gross split sliding scale tidak menggunakan sistem cost recovery. Perhitungan bagi hasilnya masih kotor, yakni bagi hasil dihitung sebelum pengurangan biaya operasi. “Kami butuh pemerintah yang berpikir bahwa industri migas sebagai motor penggerak ekonomi bukan semata-mata pendapatan negara,” kata dia kepada Katadata, Senin (8/8).

Sistem bagi hasilnya bersifat progresif yang diakumulasikan dalam satu tahun. Pada kontrak migas konvensional, bagi hasil untuk negara biasanya 80 persen untuk minyak dan 70 persen untuk gas. Menurut Moshe, skema gross split sliding scale ini sangat pas, terutama untuk wilayah kerja migas yang marginal.

Moshe pun menilai, PP Nomor 79 tahun 2010 ini tidak seluruhnya merugikan para pelaku industri. Bahkan, ada beberapa pasal yang mendukung investasi. Namun, dalam revisi peraturan itu, pemerintah perlu membuat pasal yang mengakui adanya opsi gross.

Selain itu, perlu menunjukkan pasal-pasal yang relevan dan yang tidak untuk gross. “Saya rasa memberikan pilihan kepada investor lebih tepat. Biar mereka memilih yang lebih cocok untuk investasi mereka,” ujar dia. (Baca: Skema Baru KKS, Porsi Bagi Hasil Pemerintah Sedikit di Awal Produksi)

Sementara Direktur Eksekutif Indonesian Petroleum Association (IPA) Marjolijn Wajong mengatakan, selama ini IPA telah memperjuangkan penerapan skema gross split sliding scale pada wilayah kerja migas nonkonvensional di Indonesia. Ini berbuah pada terbitnya Peraturan Menteri ESDM No. 38 Tahun 2015 tentang percepatan pengusahaan migas nonkonvensional.  

Dalam aturan tersebut, wilayah kerja nonkonvensional Coal Bed Methane (CBM) dan shale gas/minyak memiliki opsi tidak menggunakan cost recovery. "Tapi, kami belum membicarakan hal  ini untuk wilayah kerja konvensional," ujar dia kepada Katadata, Senin (8/8).

Menurut Marjolijn, cost recovery merupakan konsep yang bagus. Karena itulah, dalam revisi PP Nomor 79 tahun 2010, IPA tidak meminta penghapusan konsep cost recovery. Namun, meminta agar pengertian cost recovery dikembalikan pada kontrak yang ada dengan para kontraktor. (Baca: Asosiasi Migas Nilai Beleid Cost Recovery 2010 Biang Lesunya Investasi)

Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM I.G.N. Wiratmaja Puja mengatakan masih mengkaji usulan-usulan terkait revisi peraturan tersebut. "Usulan-usulan dari berbagai pihak kami pertimbangkan, termasuk usulan gross split," kata dia kepada Katadata, Senin (8/8).

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...