Harga Minyak Anjlok dan Subsidi BBM Menjepit Ekonomi Arab Saudi

Yura Syahrul
25 Agustus 2015, 15:52
Katadata
KATADATA

Padahal, ekonomi Arab Saudi bakal terancam oleh terpangkasnya harga minyak dunia dan kebijakan subsidi harga bahan bakar minyak (BBM) di dalam negeri. Kondisi ini memunculkan desakan agar negara tersebut mereformasi kebijakan ekonominya. "Pemerintah Arab Saudi tidak bisa terus berlagak seperti majikan," kata Farouk Soussa, Kepala Ekonomi Citigroup Inc. untuk Kawasan Timur Tengah. Ia menyoroti strategi pemerintah memacu perekonomian melalui megaproyek infrastruktur, dana subsidi harga BBM yang besar dan tingginya anggaran dana sosial.

Pemerintah bisa memotong anggaran belanja untuk proyek-proyek besar, seperti membekukan proyek perluasan dua masjid di Mekah. Selain itu, mengutip pajak lebih besar dari orang kaya pemilik tanah. "Ada daftar panjang yang bisa dilakukan pemerintah sebelum mengusik kehidupan masyarakat biasa," kata Jamal Khashoggi, mantan penasihat media untuk Pangeran Saudi, Turki al-Faisal.

IMF juga merekomendasikan sejumlah kebijakan yang dapat dilakukan pemerintah Arab Saudi untuk menekan defisit anggarannya. Antara lain, menekan kenaikan upah para pegawai pemerintah, merevisi kebijakan subsidi harga BBM dan listrik, serta diversifikasi pendapatan non-minyak melalui pemungutan pajak.

Bayangkan saja, di saat banyak negara menghapus kebijakan subsidi harga BBM di tengah tren penurunan harga minyak, pemerintah Arab Saudi tetap mempertahankan praktik subsidi. Berdasarkan laporan Samba Financial Group di Riyadh, 18 Agustus lalu, pemerintah Saudi menganggarkan dana subsidi harga BBM tahun ini sebesar US$ 52 miliar (sekitar Rp 728 triliun dengan kurs Rp 14 ribu per dollar AS) atau 8 persen dari PDB. Harga BBM di negara itu cuma 16 sen dollar AS per liter (sekitar Rp 2.240). Fahad al-Mubarak, gubernur bank sentral Arab Saudi, mulai menyerukan peninjauan kebijakan subsidi harga BBM.

Namun, kondisi yang menimpa Arab Saudi saat ini tentu belum bisa dianggap sebagai sebuah krisis. Negara ini masih punya harta melimpah dengan aset bersih di luar negeri sebesar US$ 664 miliar dan cuma punya sedikit utang. "Mereka (Saudi) berada di bisnis minyak, sudah cukup baik untuk waktu yang lama," kata David Butter, anggota asosiasi Chatham House di London. 

Halaman:
Reporter: Muhammad Kahfi, Yura Syahrul
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...