Kecepatan Vaksinasi Fluktuatif, Kapan Herd Immunity Indonesia Tercapai

Pingit Aria
12 Maret 2021, 17:56
Petugas medis menunjukkan vaksin Sinovac Biofarma sebelum disuntikkan pada seorang tenaga pengajar di Rumah Sakit Persada, Malang, Jawa Timur, Jumat (5/3/2021). Sebanyak 9.873 tenaga pengajar di Kota Malang mulai menjalani vaksinasi COVID-19 tahap kedua.
ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto/rwa.
Petugas medis menunjukkan vaksin Sinovac Biofarma sebelum disuntikkan pada seorang tenaga pengajar di Rumah Sakit Persada, Malang, Jawa Timur, Jumat (5/3/2021). Sebanyak 9.873 tenaga pengajar di Kota Malang mulai menjalani vaksinasi COVID-19 tahap kedua.

Hasilnya, sekitar 87,4% dari total responden tersebut merupakan kelompok usia muda di kisaran 19 – 38 tahun. Perinciannya: generasi Z (29,6%), Generasi Y (57,8%), Generasi X (11,6%) dan Baby Boomer 1%. Dari sisi jenis kelamin: 62% laki-laki dan 38% perempuan.

Manajer Riset KIC, Vivi Zabkie menyebutkan bahwa semakin muda usia, jumlah responden yang belum bersedia divaksinasi semakin meningkat. Pada generasi Y (usia 23 – 38 tahun) atau dikenal dengan julukan kelompok milenial, sebanyak 45,9% belum bersedia divaksinasi yang terdiri atas 33,7% belum memutuskan dan 12,2% menolak divaksinasi. 

Simak Databoks berikut: 

Pada kelompok lebih muda (generasi Z, usia 19-22 tahun), proporsi yang belum bersedia divaksinasi semakin bertambah menjadi 51,7%. Jumlah ini terdiri atas 36,9% responden masih ragu dan 14,8% responden menolak divaksinasi.

Kondisi ini berbeda dengan kelompok yang berusia lebih tua. Pada Generasi X (usia 39-54 tahun) yang belum bersedia divaksinasi sebanyak 34,9% dan pada generasi Baby Boomer (55 – 74 tahun) yang belum bersedia divaksinasi sebanyak 23,7%.  “Generasi X dan Baby Boomer cenderung lebih banyak yang mau divaksinasi,” kata Vivi.

Vivi menjelaskan sejumlah alasan mengapa kelompok usia muda justru lebih banyak yang enggan divaksinasi. Menurut dia, faktor kekhawatiran terhadap efek samping (46,8%) dan keamanan (43,2%) menjadi alasan utama keraguan ikut vaksinasi. Sedangkan, seperempat responden juga mengaku tidak bersedia dan ragu divaksinasi karena tidak percaya pada efektivitas vaksin, takut menjadi kelinci percobaan, serta menyakini ada alternatif lain untuk mengakhiri pandemi.

Analisis ini menemukan bahwa orang yang percaya keamanan vaksin, 3 kali lipat berpeluang setuju divaksinasi dibanding yang tidak percaya. Orang yang tidak percaya hoaks, 2,6 kali lipat lebih berpeluang bersedia divaksinasi dibandingkan orang yang percaya hoaks. Sedangkan, orang yang paham tentang sains lebih berpeluang bersedia divaksinasi 1,5 kali lipat dibandingkan yang tidak paham.

Menilik berbagai data tersebut, Epidemiolog Universitas Airlangga Laura Navika Yamani menyatakan bahwa pemerintah harus terus melakukan edukasi dan sosialisasi perihal pentingnya vaksinasi untuk mengakhiri pandemi Covid-19. “Karena pemahaman masyarakat mengenai topik ini masih sangat bervariasi,” katanya.

Seluruh hasil survei dan analisis Katadata Insight Center (KIC) dapat diakses dan diunduh melalui https://katadata.co.id/setahun-pandemi.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...