Inklusivitas Jadi Kunci Suksesnya Komunikasi Risiko Pada Masa Pandemi

Sahistya Dhanesworo
28 Juni 2022, 15:39
AIHSP Semarang
Katadata

"Perlu adanya komunikasi dalam hal apapun, termasuk permasalahan yang akhir-akhir kita hadapi, yakni Covid-19. Bukan hanya di Jawa Tengah, tetapi Covid-19 ini menjadi permasalahan di seluruh dunia," kata Taj Yasin, atau yang biasa dikenal sebagai Gus Yasin. 

Gus Yasin juga mengungkapkan, sejak awal memimpin Jawa Tengah, ia dan Ganjar Pranowo sangat terbuka untuk diskusi bersama masyarakat baik secara langsung maupun secara online

"Banyak masyarakat yang mengetahui nomor ponsel saya. Baik melalui SMS, telepon atau melalui aplikasi WhatsApp, masyarakat di Jawa Tengah bisa langsung melapor," katanya. 

Terkait program Jogo Tonggo, Yasin berharap hal itu dapat menjadi role model bagi pemerintahan lainnya. 

"Saya berharap ini (jogo tonggo) bisa diadopsi oleh pemerintahan lainnya. Karena pada prinsipnya, kebudayaan kita itu saling berkomunikasi," kata dia. 

Peneliti Senior Pusat Kebijakan Manajemen Kesehatan FK-KMK UGM Shita Dewi mengakui bahwa hadirnya pandemi mengekspos kekurangan-kekurangan dalam layanan kesehatan di Indonesia. 

“Itu (pandemi) menjadi semacam refleksi bagi kita, apakah sistem kesehatan kita sudah cukup kuat, cukup tangguh, untuk menghadapi krisis-krisis kesehatan,” ujar Shita. 

Akan tetapi, ia juga menyatakan bahwa Indonesia masih punya room for improvement atau ruang untuk berbenah. 

“Untuk kesiapan sumber daya manusia (SDM), kesiapan peralatan, bahkan kesiapan manajemen untuk penanganan krisis,” lanjut Shita. 

Terkait komunikasi risiko, Shita mengusulkan dua hal, yakni pelibatan masyarakat dalam penyusunan pesan komunikasi risiko dan perbaikan metode penyampaian pesan. 

Menurut Shita, masyarakat perlu dilibatkan karena mereka penerima manfaat dari pesan komunikasi risiko. 

Untuk metode penyampaian, Shita mencontohkan bahwa setiap kelompok masyarakat memiliki preferensi saluran informasi yang berbeda-beda. Lebih lanjut, Shita mengingatkan bahwa kegagalan komunikasi dari pemerintah akan mendorong masyarakat beralih ke berita-berita hoax

“Kami mendapati bahwa apabila masyarakat, terutama kelompok rentan, tidak mendapatkan informasi yang mereka butuhkan, mereka cenderung akan mempercayai hoax, misinformasi, (dan) disinformasi,” ujarnya. 

Aktivis perempuan penyandang disabilitas Fatimah Asri Muthmainnah menuturkan bahwa pandemi menjadi pendorong masyarakat untuk berinovasi dan mencari solusi kreatif atas kesulitan yang dihadapi selama pandemi. 

Ia mencontohkan pembuatan masker transparan yang memungkinkan orang membaca gerak bibir yang merupakan hasil karya komunitas disabilitas tuli. Fatimah menambahkan bahwa kreativitas ini perlu mendapat dukungan pemerintah. 

Dalam hal komunikasi risiko, Fatimah mengapresiasi kampanye informasi yang dilakukan pemerintah baik pusat maupun daerah. Di sisi lain, ia menegaskan bahwa pemerintah harus lebih peka terhadap kebutuhan kelompok rentan, seperti kelompok disabilitas. 

“Karena ini menyangkut ada kebutuhan maka pertama kali yang harus diperhatikan adalah identifikasi, identifikasi dari kelompok masyarakat rentan tentang kerentanannya, tentang kebutuhannya sebelum menyedakan seperti apa sih kanal komunikasi risikonya.” ujar Fatimah. 

Ia juga mengusulkan pemerintah dan semua stakeholder untuk melakukan inovasi-inovasi terkait adanya kebutuhan-kebutuhan itu tadi. 

“Sehingga nanti ketika mekanisme itu ada, itu adalah sistem komunikasi risiko yang mudah diakses, jelas (utuh dan mudah dipahami), kemudian menjangkau seluruh lapisan masyarakat rentan sampai ke yang paling rentan. Kemudian mendorong perubahan perilaku, kemudian itu menjadi tujuan dari komunikasi risiko,” lanjutnya. 

Pada penghujung diskusi, para peserta yang hadir baik secara langsung maupun online diberikan kesempatan untuk membagikan pengalaman mereka terkait pengalaman selama pandemi. 

Salah satu peserta diskusi dari Dinas Kesehatan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Siti Nur Hayah Isfandiari, menuturkan bahwa Yogyakarta menginisiasi program Ayo Gawe Yogya Ijo yang diklaim serupa dengan program Jogo Tonggo di Jawa Tengah. 

“Untuk bisa mencapai pencegahan Covid-19, perlu kerjasama pemerintah sektor dan kekuatan rakyat yang menempatkan rakyat sebagai subjek dari pemberdayaan,” terang Siti. 

Ia menambahkan terdapat beberapa faktor yang berpengaruh dalam penanganan pandemi di DIY. 

“Kalau di DIY, faktor yang mempengaruhi adalah adanya panutan. Kemudian kita juga ada komunikasi risiko kepada masyarakat, kemudian ada edukasi untuk perubahan perilaku, dan yang penting adalah adanya sinergi dan kolaborasi,” tambahnya. 

Cerita lain turut dibagikan oleh peserta diskusi bernama Anugerah dari Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul. Dalam penuturannya, Anugerah mengatakan ada kolaborasi yang baik antara masyarakat dengan jajaran birokrasi Kabupaten Bantul selama penanganan pandemi. Anugerah mencontohkan bagaimana seluruh elemen birokrasi bergerak untuk mendorong masyarakat agar bersedia divaksin.

“Jadi pada saat kami (mengadakan) kegiatan vaksin, bapak Camat atas intruksi dari pemerintah daerah Kabupaten Bantul bersama-sama dengan dari Puskesmas, kemudian melibatkan juga Babinsa, Babinkamtibmas, Lurah, dan seterusnya menggerakkan masyarakat supaya mau divaksin,” ujar Anugerah. 

 

 

.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...