Pro dan Kontra RUU Kemenkes di Kalangan Tenaga Kesehatan

Ade Rosman
5 Juni 2023, 16:58
Sejumlah tenaga kesehatan berunjuk rasa menolak RUU Omnibuslaw Kesehatan di depan Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (28/11/2022).
ANTARA FOTO/Sulthony Hasanuddin/wsj.
Sejumlah tenaga kesehatan berunjuk rasa menolak RUU Omnibuslaw Kesehatan di depan Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (28/11/2022).

Lima organisasi profesi yang terdiri dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) bersama forum tenaga kesehatan menggelar demonstrasi di depan Gedung DPR-MPR RI, Jakarta, Senin (5/6).

Ribuan pedemo menyampaikan tuntutan kepada pemerintah untuk menghentikan pembahasan Rancangan Undang-undang Kesehatan Omnibus Law. Juru Bicara Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Beni Satria mengatakan, demonstrasi pada hari ini merupakan kedua dan terakhir.

Mereka mengancam akan melakukan mogok kerja jika tuntutan aksi tidak digubris. "Setelah ini kami menginstruksikan seluruh anggota untuk mogok kalau pemerintah tetap tidak menggubris dan tidak mengindahkan apa tuntutan kamu hari ini," kata Beni, ditemui di depan Gedung DPR/MPR.

Dalam aksi mogok, para dokter masih akan memberikan pelayanan darurat, ICU dan IGD. Namun, nakes akan menghentikan pemberian pelayanan non darurat selama tuntutan belum terpenuhi.

"Kami akan mengambil langkah konstitusi. Kalau ternyata tuntutan kami itu tetap tidak digubris oleh pemerintah dan DPR," katanya.

Alasan Tenaga Kesehatan Pendukung RUU Kesehatan

Meski ribuan tenaga kesehatan menggelar demonstrasi menentang Omnibus Law Kesehatan, tak semua dokter mewakili sikap mereka.
Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Brebes Rasipin mendukung dan menilai RUU Kesehatan itu bermanfaat bagi tenaga medis dan tenaga kesehatan (nakes).

Rasipin menilai banyak hal yang tidak bisa dikerjakan oleh organisasi profesi di bidang kesehatan. Terdapat beberapa kewenangan dari pemerintah di bidang kesehatan yang diperjelas dalam RUU Kesehatan tersebut.

Rasipin menjelaskan, Kementerian Kesehatan merupakan jenderal di bidang kesehatan di Indonesia. Namun, 'power' Kementerian Kesehatan seakan-akan hilang dalam hal-hal tertentu. Salah satu contohnya dalam mengatur distribusi dokter-dokter praktik.

"Karena rekomendasinya keluar dari IDI. Regulatornya siapa, organisasi profesinya siapa," katanya.

Ia mengatakan, seharusnya sebagai jenderal di bidang kesehatan, Kementerian Kesehatan mempunyai power yang lebih besar untuk permasalahan-permasalahan kesehatan di Indonesia.

Di sisi lain, menurutnya saat ini banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan dalam permasalahan kesehatan di Indonesia.

Sebagai seorang Direktur RSUD ia mencontohkan kesulitannya saat membutuhkan tenaga dokter spesialis di rumah sakitnya yang tidak bisa diselesaikan secara cepat. Secara spesifik ia mencontohkan dokter spesialis bedah saraf.

"Spesialis bedah saraf yang dalam satu tahun paling hanya meluluskan paling banyak empat, dan itu kalau mengandalkan perguruan tinggi jadi lama untuk menyelesaikan masalah itu," katanya.

Dia menilai berbagai permasalahan tersebut bisa diatasi dengan adanya kebijakan-kebijakan terobosan. Misalnya pendidikan berbasis rumah sakit. Sehingga, kecukupan dokter tidak hanya disokong dari lulusan perguruan tinggi yang notabene lulusnya terbilang lama dalam skala tahunan.

Terobosan tersebut, kata dia, merupakan kewenangan pemerintah selaku regulator. "Sehingga biarlah pemerintah mengerjakan tugasnya sebagai regulator. Ada hal- peran regulator yang menjadi tupoksinya pemerintah harus kerjakan," katanya.

Reporter: Ade Rosman
Editor: Yuliawati

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...