Jusuf Kalla Sentil Partai Golkar, Nilai Tak Mandiri Hadapi Pilpres
Mantan Ketua Umum Partai Golkar periode 2004-2009 Jusuf Kalla mengkritisi kondisi partai berlogo partai beringin itu yang dinilai terlalu bergantung pada penguasa. Hal itu menurut Golkar sangat terlihat dari gesture Golkar dalam menentukan sikap politik.
"Sangat tergantung kepada penguasa untuk menentukan koalisi-koalisinya dan tidak berani Golkar itu untuk berdiri sendiri untuk menentukan," kata Jusuf Kalla ketika ditanya wartawan pandangannya mengenai situasi Golkar di Kompleks Parlemen Senayan Jakarta, Senin (31/7).
Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 Republik Indonesia itu mengatakan, tidak mandirinya partai politik berbahaya bagi demokrasi negara. Hal itu lantaran Golkar merupakan partai besar.
Partai Golkar merupakan salah satu partai pendukung Presiden Joko Widodo dalam Kabinet Indonesia Maju. Meski begitu hingga kini Golkar belum menentukan salah satu calon presiden pada pilpres 2024 mendatang.
Golkar telah melakukan penjajakan dengan ketiga calon presiden yaitu Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan. Yang terakhir Ketua Umum Airlangga Hartarto telah bertemu dengan Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Puan Maharani untuk menjajaki kemungkinan koalisi.
Meski begitu, hingga kini Golkar tetap belum menentukan sikap. Beberapa senior partai termasuk Jusuf Kalla telah menunjukkan sikap mendukung Anies Baswedan.
Jusuf Kalla Tolak Wacana Munaslub Partai Golkar
Lebih jauh, Jusuf kalla mengaku tak setuju dengan wacana Musyawarah Nasional Luar Biasa atau Munaslub Partai Golkar. Menurut JK, seharusnya internal Partai Golkar bersatu.
Terutama saat ini pelaksanaan pemilu sudah tak lama lagi.Komisi Pemilihan Umum telah menetapkan pemilihan legislatif dan pemilihan presiden digelar pada 14 Februari 2024.
Selain itu JK juga menyinggung soal biaya politik. Ia menyebut untuk bisa menjadi ketua umum partai di zaman sekarang dibutuhkan modal yang tidak sedikit.
"Kalau sekarang Anda ingin menjadi ketua umum Golkar, jangan harap kalau Anda tidak punya modal Rp 500 - 600 miliar," kata Jusuf Kalla.
Jusuf Kalla yang pernah menduduki posisi Ketua Umum Partai Golkar pada 2004 hingga 2009 itu mengatakan, modal tersebut dibutuhkan untuk hampir semua partai politik saat ini. Kondisi ini akan sedikit berbeda untuk partai yang masih di bawah kendali pendiri seperti Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan Partai Nasional Demokrat.
Lebih jauh Jusuf Kalla menjelaskan besarnya dana yang dibutuhkan untuk bisa duduk di posisi Ketua Umum Golkar lantaran partai tersebut sudah go publik. Dana yang besar dibutuhkan untuk mobilisasi dan akomodasi menyelenggarakan pemilihan.
"Kalau dulu hanya ganti, kalau sekarang wah, jadi itulah," kata Jusuf Kalla.
Pernyataan yang disampaikan Jusuf Kalla ini tak lepas dari wacana musyawarah luar biasa yang sedang bergulir di internal Golkar. Beberapa senior partai berlambang beringin itu mendorong dilaksanakannya Musyawarah Nasional Luar Biasa atau Munaslub untuk mendepak Airlangga Hartarto dari posisi Ketua Umum.
Beberapa nama bahkan telah dimunculkan untuk menggantikan posisi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian itu. Nama-nama yang muncul adalah Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Bahlil Lahadalia, dan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Bambang Soesatyo.