Film Dirty Vote Viral Jelang Pencoblosan, Ini Respons Bawaslu
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menyatakan akan mendalami dugaan pelanggaran terkait munculnya film dokumenter Dirty Vote. Hal ini merespons Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran yang menyebut film dokumenter Dirty Vote berisi fitnah.
"Jadi saya harus cermati dulu pernyataan beliau secara lengkap soal apa, kalau menimbulkan fitnah, kami cek melalui Divisi Penanganan Pelanggaran," kata Anggota Bawaslu Lolly Suhenty, dalam diskusi bertajuk 'Temuan Hoaks Pemilu dan Potensi Hoaks Jelang Pemungutan Suara', di Media Center Bawaslu RI, Jakarta Pusat, Senin (12/2).
Lolly mengatakan film yang disutradarai oleh Dandhy Laksono dan telah diputar jutaan kali tersebut perlu mendapat perhatian. Ini karena Dirty Vote menjadi magnet atensi masyarakat.
"Jadi ini sesuatu yang viral, itu perlu mendapatkan respons supaya tidak menimbulkan kegaduhan dan membuat terang sebuah peristiwa," katanya. Lolly pun mengatakan nantinya akan ada pembahasan dan pendalaman bersama dengan pimpinan Bawaslu.
Sebelumnya, TKN Prabowo-Gibran mencurigai film tersebut adalah salah satu upaya untuk menurunkan muruah atau kehormatan diri Pemilu 2024. Wakil Ketua TKN Prabowo-Gibran Habiburokhman mengatakan film tersebut berisi fitnah dan asumsi tak berdasar.
Mengutip Antara, usai menyaksikan film Dirty Vote, TKN menggelar jumpa pers, dan mengimbau agar masyarakat tidak terpancing narasi-narasi dalam film tersebut.
"Saya mempertanyakan kapasitas tokoh-tokoh yang ada di film tersebut, dan merasa sepertinya ada tendensi, keinginan untuk mendegradasi Pemilu dengan narasi yang sangat tidak berdasar," kata Habiburokhman, dikutip dari Antara, Minggu (11/2).
Ia berpendapat narasi-narasi yang disampaikan ketiga pakar hukum tata negara dalam film dokumenter tersebut, berseberangan dengan pendirian rakyat. Menurutnya, narasi yang disampaikan, menyudutkan pihak tertentu.
Adapun, film tersebut merupakan dokumenter eksplanatori yang dibawakan oleh tiga ahli hukum tata negara, yakni Zainal Arifin Mochtar, Bivitri Susanti, dan Feri Amsari.
Ketiga ahli hukum ini menjelaskan setiap peristiwa secara rinci yang didukung oleh data hingga penjelasan menurut perundang-undangan dari setiap tindakan kecurangan menuju Pemilu 2024.
Kepada Katadata.co.id, Feri Amsari mengatakan, tujuan film tersebut sebagai pendidikan politik karena menurut mereka Pemilu 2024 dipenuhi oleh kecurangan. "Kecurangan kita sudah sangat brutal di seluruh lini dan berpotensi merusak nilai Pemilu," kata Feri saat dihubungi Katadata.co.id, Senin (12/2).
Ia mengatakan pemilu yang akan dilangsungkan hanya sekadar topeng belaka. Menurutnya, pemenang pesta politik tahun ini telah direkayasa sedemikian rupa untuk kepentingan-kepentingan tertentu.
Film ini digarap dalam waktu sekitar dua minggu, yang mencakup proses riset, produksi, penyuntingan, sampai rilis. Pembuatannya melibatkan 20 lembaga, antara lain Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Bangsa Mahardika, Ekspedisi Indonesia Baru, Ekuatorial, Fraksi Rakyat Indonesia, Perludem, Indonesia Corruption Watch, JATAM, Lokataru, LBH Pers, WALHI, Yayasan Kurawal, dan YLBHI.