Mengukur Kemampuan Bulog untuk Penyerapan Beras Petani

Michael Reily
15 Januari 2019, 05:00
Ilustrasi Beras Bulog
ARIEF KAMALUDIN | KATADATA

Namun, mengacu capaian serapan beras Bulog pada tahun 2017 dan 2018, fleksibilitas saja belum cukup. Skema baru pengelolaan Cadangan Beras Pemerintah (CBP) menjadi salah satu solusi pemerintah. "Dengan cara itu, Bulog bisa beli sesuai harga pasar," ujar Bachtiar.

Mekanisme skema itu tertuang dalam dua aturan. Pertama, Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 5 Tahun 2018 tentang pengelolaan CBP untuk stabilisasi harga. Kedua, Peraturan Menteri Pertanian Nomor 38 Tahun 2018 tentang pengelolaan CBP.

Berdasarkan skema baru itu, pemerintah optimistis Bulog mampu mencapai target penyerapan sebesar 1,8 juta ton pada tahun 2019. Tak tanggung-tanggung, Kementerian Pertanian meminta supaya realisasi penyerapan bisa mencapai 83% atau sekitar 1,5 juta ton khusus per Januari hingga Maret 2019.

Terkait target tersebut, Bachtiar pun mengaku siap menjalankan penugasan.  Menurutnya, Bulog telah  menyiapkan anggaran sebesar Rp 10 triliun untuk menyerap beras sampai 1,8 juta ton pada tahun ini.

Sementara itu, Kepala Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kementerian Pertanian Agung Hendriadi mengungkapkan produksi gabah kering giling periode Januari mencapai 4,31 juta ton, Februari 7,87 juta ton, dan Maret 12,74 juta ton. Alhasil, potensi penyerapan Bulog pada Januari bisa mencapai 50 ribu ton pada Januari, 450 ribu ton pada Februari, serta 1 juta ton pada Maret.

Berbeda dengan perhitungan serta optimisme pemerintah, Guru Besar Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santosa menuturkan pembelian beras menggunakan mekanisme baru akan berdampak pada lonjakan harga gabah. "Bulog jadi ikut dalam mekanisme pasar yang menyebabkan permintaan baru, otomatis harga ikut naik," kata Dwi, lewat sambungan telepon.

(Baca: Bulog Operasi Pasar 500 Ribu Ton pada 2018, Terbesar dalam 5 Tahun)

Dia juga menuturkan bahwa ada potensi mundurnya masa panen akibat bergesernya masa tanam. Sehingga, panen raya baru terjadi pada bulan Maret dan April. Atas dasar itu, Dwi menegaskan target kuartal pertama Bulog kemungkinan tidak dapat tercapai.

Bahkan, dia memprediksi Bulog akan kesulitan bersaing dengan pelaku usaha perberasan dalam melakukan penyerapan. Alasannya, Bulog bersaing dalam pembelian beras, bukan gabah. Sementara itu, proses perubahan gabah menjadi beras akan memakan waktu sekitar 2 minggu.

Menurut Dwi, pelaku usaha bakal berebut gabah di pasar untuk mengisi kekosongan stok di gudang masing-masing. Karenanya, dia pun memperkirakan harga beras bisa mencapai level tertinggi pada Maret 2019.

Dwi memperkirakan, penyerapan Bulog hanya akan mencapai 1,2 juta ton pada bulan Juli. "Dengan demikian, target kuartal pertama penyerapan sampai 1,5 juta ton menjadi sangat tidak masuk akal," ujarnya.

Halaman:
Reporter: Michael Reily
Editor: Ekarina
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...