Terpukul Pandemi, Zara dan Uniqlo Investasi Layanan E-Commerce

Image title
Oleh Ekarina
21 September 2020, 15:20
Zara, Digital, E-Commerce, Retail, Uniqlo, Jepang, Bisnis, Pandemi Corona , Brand.
ZARA/ Youtube
Inditex SA. Perusahaan pemilik brand Zara akan memangkas inventori dan mendorong investasi e-commerce untuk mendorong bisnis pasca pandemi.

Pada 2018, Fast Retailing mulai mengoperasikan gudang e-commerce otomatis di area Ariake, Tokyo sebagai basis pengiriman produk dari Tiomgkok dan negara lain ke seluruh Jepang.

Memanfaatkan sirkuit terintegrasi, sensor, robot, dan teknologi lainnya, gudang mengotomatisasi hampir semua lini operasi, mulai dari penerimaan, inspeksi, penyimpanan, dan penyortiran.

Gudang sedang dibangun dengan Industri Rumah Tangga Daiwa dengan investasi ratusan juta dolar. 

Fast Retailing berencana meningkatkan e-commerce menjadi 30% dari total penjualan di Jepang, dari 10% pada tahun fiskal yang berakhir pada Agustus 2019.

Tadashi Yanai, CEO Fast Retailing yang semula meragukan layanan e-c0mmerce lantaran memiliki keterbatasan dan membebani logistik dan pengiriman perusahaan, kini berpendapat lain. 

"Perusahaan meningkatkan layanan ini melalui gudang di Tokyo dan Osaka. Dengan adanya basis gudang di Osaka ini diharapkan memangkas waktu pengiriman dari lima hari saat ini menjadi tiga hari," katanya dikutip dari Nikkei Asian Review, Senin (21/9). 

Uniqlo lebih menekankan investasi dalam e-commerce dibanding toko fisik. Pada tahun fiskal yang berakhir Agustus,perusahaan telah menghabiskan sekitar 26,6 miliar yen (US$ 250 juta atau Rp 3,67 triliun) untuk pengadaan sistem komputerisasi untuk e-commerce dan operasi lainnya. 

Angka ini 80% lebih tinggi dibanding 14,7 miliar yen yang dihabiskan untuk rantai domestik. Ke depan, perusahaan berencana mengalokasikan 100 miliar yen untuk membangun gudang otomatis di Tiongkok, Asia Tenggara, dan AS.

Dengan tingkat pengguna internet yang lebih tinggi, website dapat menjadi media penting  untuk menghubungkan Uniqlo dengan pelangganmnya di luar negeri. Hingga akhir Agustus 2019, penjualan e-commerce di Tiongkok berkontribusi sekitar 20%, dua kali lipat dari Jepang.

Selain membangun gudang otomatis di Asia, perusahaan akan mempromosikan layanan "click and collect". Layanan ini memungkinkan pelanggan  memesan barang secara online dan mengambilnya di toko terdekat.

Layanan ini sudah ada Tiongkok dan diklaim lebih cepat dibandingkan pengiriman ke rumah dalam beberapa kasus.

Pandemi mengubah kebiasaan konsumen. Setelah pemerintah Jepang mencabut keadaan darurat Covid-19, sebanyak 46% konsumen memilih melanjutkan atau meningkatkan pembelian pakaian online, menurut Boston Consulting Group. 

Laporan McKinsey & Company berjudul “The State of Fashion 2019” yang diterbitkan pada 2019 menyebutkan, terdapat 20 perusahaan fesyen yang merajai industri mode dunia. Sebagian perusahaan tersebut secara konsisten berada di papan atas selama satu dekade, dari 2008 hingga 2017.

Lembaga tersebut memeringkatkan berdasarkan keuntungan ekonomi yang didapat masing-masing. Inditex merupakan perusahaan mode dengan penghasilan terbesar dan tetap konsisten.

Perusahaan pemilik merek Zara, Pull & Bear, dan Massimo Dutti tersebut mendapatkan keuntungan US$ 4 miliar pada 2017. Peringkat Inditex disusul Nike, LVMH, dan TJX Companies.

Masing-masing perusahaan mode itu mengantongi US$ 3 miliar, US$ 2,3 miliar, dan US$ 2 miliar sepanjang 2017. Hermès di posisi kelima mendapat US$ 1,3 miliar. Detail kontrubusi pasar brand-brand tersebut bisa dilihat dalam databoks berikut:

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...