Dugaan Korupsi Proyek BFC Krakatau Steel Rugikan Negara Rp 6,9 Triliun
Kejaksaan Agung telah menetapkan lima tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi proyek pembangunan pabrik Blast Furnace (BFC) oleh PT Krakatau Steel pada 2011. Jika terbukti benar, maka negara diprediksi rugi Rp 6,9 triliun.
Kasus tersebut bermula dari pembangunan pabrik Blast Furnace (BFC) selama 2011 - 2019. Pembangunan pabrik diklaim bertujuan memajukan industri baja nasional dengan biaya produksi yang lebih murah.
“Pabrik yang melakukan proses produksi hot metal (besi cair) dengan menggunakan bahan bakar batu bara,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Ketut Sumedana, Senin (18/7).
Pembangunan pabrik tersebut sebelumnya disetujui oleh jajaran direksi PT Krakatau Steel pada 2007, dengan bahan bakar batu bara berkapasitas 1,2 juta ton per tahun.
Nilai kontrak proyek itu awalnya Rp 4,7 triliun, dengan sistem turn key atau terima jadi. “Kontraktor pemenang dan pelaksana yaitu MCC CERI (Capital Engineering and Research Incorporation Limited) sebagai konsorsium dengan PT Krakatau Engineering,” ujar Ketut.
Kemudian Tim Penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) mengungkapkan adanya penyimpangan dalam perencanaan, lelang tender, kontrak, dan pelaksanaan pembangunan pabrik BFC.
Hasil pekerjaan BFC pun mangkrak karena tidak layak dan tak dapat dimanfaatkan. “Akibatnya, diduga mengakibatkan kerugian negara sebesar nilai kontrak Rp 6,9 Triliun,” katanya.
Dalam perkara itu, Kejaksaan Agung menetapkan lima tersangka, yaitu:
- Direktur Utama PT Krakatau Steel periode 2007 – 2012 Fazwar Bujang
- Direktur Utama PT Krakatau Engineering periode 2005 – 2010 sekaligus Deputi Direktur Proyek Strategis 2010 – 2015 Andi Soko Setiabudi
- Direktur Utama PT Krakatau Engineering periode 2012 – 2015 Bambang Purnomo
- Ketua Tim Persiapan dan Implementasi Proyek BFC 2011 sekaligus General Manager Proyek PT Krakatau Steel selama Juli 2013 – Agustus 2019 Hernanto Wiryomijoyo alias Raden Hernanto
- Project Manager PT Krakatau Engineering periode 2013 -2016 Muhammad Reza
Mereka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah. Ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab UU Hukum Pidana (KUHP) subsidair Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah.
Selain itu, ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Selama proses penyidikan, tim penyidik telah memeriksa 119 saksi. Kemudian tim menggeledah kantor Krakatau Steel dan Krakatau Engineering.
Dari pemeriksaan saksi dan penggeledahan tersebut, tim penyidik menyita beberapa dokumen terkait perencanaan pengadaan, pelaksanaan pengerjaan proyek BFC. Kemudian terdapat dokumen pembayaran kepada vendor oleh bank sindikasi.
Tim penyidik juga telah meminta keterangan dari ahli keuangan negara, ahli lembaga kebijakan pengadaan barang/ jasa pemerintah (LKPP), ahli metalurgi, ahli BFC, dan ahli teknik sipil dan manajemen konstruksi.
“Selain itu, ada alat bukti surat atau dokumen terkait perencanaan dan pelaksanaan proyek BFC,” ujar Ketut.