Diprotes Kemenparekraf, RedDoorz Luncurkan Layanan Indekos KoolKost
Startup di bidang properti asal Singapura, RedDoorz meluncurkan layanan sewa indekos KoolKost pada hari ini. Produk baru itu merupakan bentuk tanggapan atas protes Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), karena indekos masuk jaringan penginapan RedDoorz.
"Ini merupakan proses kerjasama dengan pemerintah, supaya ada diferensiasi short stay dan long stay. Karena itu kami buat Koolkost," ujar Vice President of Operation RedDoorz Adil Mubarak di Jakarta pada Kamis (23/1).
Adil menjelaskan, perusahaan sudah mempelajari perbedaan layanan termasuk izin indekos dan penginapan selama enam bulan terakhir. Hasilnya, RedDoorz memasukkan 100 indekos ke platform KoolKost.
Ia mengaku, RedDoorz sudah berkomunikasi dengan Kemenparekraf perihal indekos yang masuk platform jaringan penginapan perusahaan. "Dua hari lalu kami bicara, ceritakan soal KoolKost. Asisten Deputi Investasi Pariwisata Bidang Pengembangan Destinasi Pariwisata Hengky Manurung sangat senang dengan adanya platform ini,” kata Adil.
Kemenparekraf sempat mengatakan, operator akomodasi semestinya memiliki izin dan bentuk usaha yang jelas. Tanpa izin, operator jadi tak membayar pajak yang seharusnya.
Selain itu, operator jaringan penginapan semestinya bekerja sama dengan pengelola hotel, bukan indekos. (Baca: Tempat Indekos Jadi Penginapan, Pemerintah Ancam Adukan RedDoorz & OYO)
Menanggapi hal itu, Adil menjelaskan bahwa perusahaanya membayar pajak. Untuk platform jaringan penginapan, perusahaan menyediakan 1.500 properti.
Sedangkan jaringan pengelola indekos akan masuk melalui KoolKost. Kisaran harganya Rp 3 juta per bulan. (Baca: Terancam Diadukan ke KPPU, OYO Jelaskan Soal Izin Bisnis)
Adil optimistis, jumlah mitra pengelola indekos akan meningkat dari saat ini 100 lokasi di 14 kota. Dengan begitu, variasi harganya menjadi lebih banyak. Ia mengklaim, okupansi bisa meningkat 20%-30% setelah bergabung dengan RedDoorz.
Sejauh ini, layanan KoolKost baru bisa diakses pengguna di aplikasi atau mobile web RedDoorz. Perusahaan menargetkan bisa merilis aplikasi KoolKost pada Maret nanti.
Adil menjelaskan, pasar indekos di Indonesia sangat potensial. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) ada 9,3 juta orang yang bermigrasi dan mencari tempat tinggal sementara pada 2015.
"Kami menyasar konsumer yang cari tempat untuk jangka waktu lama dan dapat fasilitas yang baik. Ada WiFi dan layanan kamar bersih seperti di RedDoorz," ujar Adil.
(Baca: Diincar Startup India dan Lokal, RedDoorz Kaji Potensi Pasar Indekos)
Secara keseluruhan, pertumbuhan pesanan kamar melalui RedDoorz rerata enam kali lipat per tahun sejak 2017. Tahun lalu, pertumbuhan pesanan kamar RedDoorz meningkat lima kali lipat dibanding 2018.
Di tahun ini, startup asal Singapura itu menargetkan bisa menyandang status unicorn atau bervaluasi lebih dari US$ 1 miliar. RedDoorz sudah beroperasi di Indonesia, Singapura, Filipina dan Vietnam. Pada kuartal pertama tahun ini, RedDoorz berencana masuk ke Thailand.
Sebelumnya, Hengky Manurung memprotes RedDoorz dan OYO karena memasukkan indekos dalam jaringan penginapannya. Menurut dia, operator akomodasi semestinya memiliki izin dan bentuk usaha yang jelas.
Praktik menjadikan tempat indekos sebagai penginapan dianggap meresahkan masyarakat. Sebab, dalam satu indekos, hanya ada empat hingga 10 kamar yang dijadikan penginapan. Akibatnya, penghuni indekos menjadi tidak nyaman. "Itu yang saya sudah buat kajiannya," ujar Hengky pada Kamis (16/1) lalu.
(Baca: Kemenkeu Gandeng OYO dan RedDoorz Sewakan Apartemen Milik Negara)