Enam Sektor Startup Dilirik meski Investor Lebih Irit saat Pandemi

Desy Setyowati
2 November 2020, 14:19
Petugas menunjukkan uang pecahan rupiah dan dolar AS (USD) di tempat penukaran uang Dolarindo, Melawai, Jakarta, Rabu (22/7/2020). Pada perdagangan hari ini, Rabu (22/7/2020) nilai tukar rupiah terhadap dolar AS ditutup menguat 91 poin dilevel Rp14.650 pe
ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga
Ilustrasi

Asosiasi Modal Ventura untuk Startup lndonesia (Amvesindo) mencatat ada pendanaan ke 52 perusahaan rintisan US$ 1,92 miliar atau sekitar Rp 28 triliun pada kuartal III, turun dibandingkan tahun lalu. Namun ini bukan berarti investor tak tertarik menanamkan modal, melainkan menunda karena ada pandemi corona.

Hingga akhir tahun, nilanya diprediksi US$ 2 miliar atau lebih rendah dibandingkan 2019 yang mencapai US$ 2,95 miliar. “Meski di bawah tahun lalu, tetapi kami melihat penurunan ini lebih ke penundaan dibandingkan penurunan minat. Minat investor besar,’ kata Wakil Ketua I Amvesindo William Gozali dalam acara media gathering virtual bertajuk ‘Mengupas Dinamika dan Tren Pendanaan Startup 2020-2021’, Senin (2/11).

Advertisement

Enam sektor startup teratas yakni teknologi finansial (fintech) dengan delapan kesepakatan, Software as a Services (SaaS) dan pendidikan (edutech) masing-masing enam. Kemudian new retail lima, serta e-commerce dan logistik masing-masing empat.

Selain itu, William melihat ada beberapa sektor yang potensinya besar dan diprediksi berkembang pesat, salah satunya social commerce. Apalagi data GlobalWebIndex, penduduk Indonesia rerata mempunyai 10-11 akun media sosial pada kuartal I 2020, sebagaimana Databoks berikut:

William juga menilai, prospek turunan e-commerce lainnya yakni digitalisasi warung atau online to offline (O2O) akan semakin berkembang. “Efek virus coronastartup yang mendorong rantai pasok (suplai chain), prospeknya masih sangat bagus,” kata dia.

Berdasarkan riset perusahaan sekuritas CLSA, biaya akuisisi konsumen alias customer acquisition costs (CACs) melalui mitra warung US$ 2 per pelanggan atau hanya 10-20% dibandingkan cara umum. Selain itu, layanan O2O berkontribusi 10% terhadap total pengguna baru di e-commerce.

Sedangkan riset Euromonitor International 2018 menunjukkan, mayoritas masyarakat Indonesia, India, dan Filipina lebih suka berbelanja di toko kelontong, sebagaimana tecermin pada Databoks berikut:

Selain itu, William menilai bahwa potensi bisnis perusahaan rintisan bidang makanan, kesehatan (healthtech), dan grocery cukup besar. “Ada permasalahan-permasalahan (di sektor ini) yang belum terjawab,” ujar dia.

Infografik_Startup tetap banjir pendanaan saat pandemi
Infografik_Startup tetap banjir pendanaan saat pandemi (Katadata)

Di satu sisi, Facebook dan Bain and Company memperkirakan konsumen digital di Indonesia meningkat dari 119 juta tahun lalu menjadi 137 juta pada 2020. Persentasenya pun melonjak dari 58% menjadi 68% terhadap total populasi.

Nilai transaksi bruto atau GMV platform online di nusantara pun diramal US$ 26 miliar atau sekitar Rp 378,3 triliun tahun ini. Nilainya diprediksi menjadi US$ 72 miliar atau Rp 1.047,6 triliun pada 2025, yang awalnya diramal hanya US$ 48 miliar.

Halaman:
Reporter: Desy Setyowati
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement