Pengguna Internet Indonesia Naik Jadi 196,7 Juta, Peluang Bagi Startup
Survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet (APJII) menunjukkan, jumlah pengguna internet Indonesia naik 8,9% dari 171,2 juta pada 2018 menjadi 196,7 juta per kuartal II 2020. Startup dinilai perlu memperkuat inovasi dan menyesuaikan layanan untuk memanfaatkan momentum ini.
Porsi pengguna internet di Tanah Air juga meningkat dari 64,8% menjadi 73,7% terhadap total populasi 266,9 juta. Kontribusi terbesar masih dari Jawa yakni 56,4%, naik dari sebelumnya 55,7%.
Peningkatan juga terjadi di Papua, Sulawesi, dan Kalimantan. Sedangkan Sumatera turun, Bali dan Nusa Tenggara stagnan. “Saya rasa, ada perubahan signifikan di Indonesia timur tahun depan karena ada program Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo),” kata Sekretaris Jenderal APJII Henri Kasyfi saat konferensi pers virtual, Senin (9/11).
Survei tersebut melalui kuesioner dan wawancara terhadap 7.000 sampel, dengan tingkat toleransi kesalahan (margin of error) 1,27%. Riset dilakukan pada 2-25 Juni 2020.
Sebanyak 19,2% pengguna internet di Indonesia memakai layanan ini selama delapan tahun lebih. Gawai yang paling sering digunakan yakni ponsel pintar (smartphone).
Mayoritas dari pengguna internet memanfaatkan layanan ini untuk mengakses media sosial, aplikasi percakapan, perbankan, hiburan, dan berbelanja online. Sedangkan konten yang paling banyak dibuka yaitu pendidikan dan kriminalitas. “Pendidikan ini terkait belajar online saat pandemi corona,” katanya.
Platform yang paling banyak digunakan yakni YouTube. Sedangkan konten yang dicari yakni film, musik, olahraga, kuliner, dan tutorial bermain gim online.
Media sosial yang paling sering digunakan di antaranya Facebook, Instagram, YouTube, Twitter, LinkedIn, dan WhatsApp. Ini selaras dengan data We Are Social sebagaimana Databoks berikut:
Dari sisi masyarakat yang tidak menggunakan internet, alasan utamanya yakni tak mengetahui cara menggunakannya. Selain itu, tidak mempunyai smartphone dan tarif kuota internet yang dinilai mahal.
Berdasarkan data yang dihimpun East Ventures dari ratusan startup binaan, ada peningkatan peneterasi pengguna layanan dan produk digital di Indonesia. Bahkan pada tahun ini, adopsi produk dan layanan digital terjadi 18 bulan lebih cepat.
Facebook dan Bain and Company pun memperkirakan, jumlah konsumen digital di Indonesia naik dari 119 juta tahun lalu menjadi 137 juta pada 2020. Persentasenya pun melonjak dari 58% menjadi 68% terhadap total populasi.
Nilai transaksi bruto atau GMV platform online di Indonesia pun diramal US$ 26 miliar atau sekitar Rp 378,3 triliun tahun ini. Nilainya diprediksi menjadi US$ 72 miliar atau Rp 1.047,6 triliun pada 2025, yang awalnya diramal hanya US$ 48 miliar.
Partner di East Ventures Melisa Irene mengatakan, pembatasan aktivitas di luar rumah mendorong penduduk Indonesia untuk lebih sering berbelanja online. Selain itu, mencoba berbagai aplikasi untuk bekerja dari jarak jauh dan mengonsumsi lebih banyak konten digital.
Dengan begitu, sasaran jumlah pengguna e-commerce yang sebelumnya diperkirakan baru terjadi pada 2022, telah tercapai tahun ini. “Ada perilaku baru yang terbentuk pada konsumen Indonesia. Kebiasaan digital yang menjadi landasan baru untuk ekonomi digital,” kata dia dikutip dari pernyataan resminya, Senin (9/11).
Oleh karena itu, startup-startup teknologi perlu bersiap menghadapi tantangan baru ini dengan inovasi baru. Selain itu, disiplin finansial yang lebih ketat dan berdaptasi pada perubahan perilaku konsumen.
Setelah pandemi Covid-19 berlalu, ekonomi digital Indonesia akan memasuki tahap pertumbuhan baru. “Berbekal tersedianya infrastruktur e-commerce, pembayaran, dan logistik yang dibangun selama 11 tahun terakhir, Indonesia akan bertransformasi digital melompati (leap frog) negara-negara lain,” kata dia.
Hal senada disampaikan oleh Wakil Juru Bicara Kementerian Kominfo Dewi Meisari Haryanti. Ia mengatakan, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), sektor informasi dan komunikasi tumbuh 15,33% pada kuartal III. Sejak Januari, pertumbuhannya 10,42% atau merupakan yang tertinggi.
Berdasarkan data tersebut, ini merupakan momentum untuk mendorong kelincahan beradaptasi. Apalagi, gaya hidup dan kerja digital menjadi bagian dari kebiasaan baru yang dinilai perlu dibudayakan untuk meningkatkan produktivitas, kegesitan, dan daya saing bangsa.
“Sesuai dengan peta jalan, pemerintah akan terus mengalokasikan belanja negara untuk percepatan transformasi digital pada sektor-sektor strategis, termasuk sektor pemerintahan khususnya yang berkaitan dengan pelayanan publik,” kata Dewi saat konferensi pers virtual, Senin (9/11). Layanan yang dimaksud seperti perizinan, kesehatan, pendidikan, penyiaran, penyediaan infrastruktur jaringan internet cepat, dan meningkatkan kualitas talenta digital.