Selain 6G, Raksasa Teknologi AS dan Cina Bersaing Bangun Dunia Virtual
Cina dan Amerika Serikat (AS) terus bersaing mengembangkan teknologi terbaru, termasuk jaringan internet generasi keenam alias 6G. Kali ini, perusahaan di kedua negara berlomba-lomba membangun dunia virtual atau metaverse.
Di Cina, Alibaba mengajukan pendaftaran merek dagang beberapa aplikasi terkait metaverse. Menurut platform pelacakan pendaftaran bisnis Qichacha, ada yang didaftarkan yakni Ali Metaverse, Taobao Metaverse, dan DingDing Metaverse.
Tencent juga mengajukan mendaftarkan hampir 100 merek dagang terkait metaverse, termasuk QQ Metaverse, QQ Music Metaverse dan Kings Metaverse.
Sedangkan induk TikTok, ByteDance mengakuisisi Pico Interactive hampir 5 miliar yuan atau sekitar Rp 11 triliun. Melalui akuisisi itu, Pico Interactive akan berfokus pada pasar konsumen Cina, sambil mempertahankan sebagian besar staf.
ByteDance mengatakan bahwa perangkat lunak (software), perangkat keras (hardware), bakat, serta keahlian Pico Interactive akan mendukung perusahaan masuk ke industri virtual reality (VR) global.
"Mereka terburu-buru bereksperimen dengan konsep yang sedang berkembang," demikian dikutip dari South China Morning Post, Kamis (30/9).
Investor teknologi Cina juga menggelontorkan sejumlah dana untuk startup VR dan augmented reality (AR). Yunfeng Capital misalnya, memimpin putaran pendanaan US$ 100 juta ke perusahaan AR Nreal.
Saham-saham bertema metaverse di Cina juga sedang naik daun. Pengembang video game yang memperkenalkan diri sebagai perusahaan metaverse, seperti ZQGame dan TOM mencatatkan peningkatan harga saham lebih dari dua kali lipat di Bursa Efek Shenzhen awal bulan lalu.
Langkah sejumlah perusahaan teknologi Cina merambah industri metaverse, karena potensinya dinilai besar. Menurut laporan Bloomberg Intelligence, nilai sektor ini diperkirakan US$ 800 miliar pada 2024.
Di AS, Facebook gencar mengembangkan teknologi metaverse. Bahkan Facebook akan bertransformasi menjadi 'perusahaan metaverse' dalam lima tahun ke depan.
CEO Facebook Mark Zuckerberg menggambarkan perusahaannya sebagai internet yang memungkinkan setiap orang seolah-olah hidup di dalamnya. “Alih-alih hanya melihat konten,” kata dia dikutip dari BBC, bulan lalu (24/7).
Kepada The Verge, Mark menyampaikan bahwa orang-orang tidak seharusnya hidup melalui ponsel pintar (smartphone). “Itu bukan bagaimana orang dibuat untuk berinteraksi,” katanya.
Raksasa teknologi asal AS itu pun meluncurkan aplikasi bernama Horizon Workrooms bulan lalu (19/8). Berdasarkan pengujian, pengguna menggunakan headset Oculus Quest 2 untuk menggelar berbagai pertemuan virtual. Nantinya, peserta hadir dalam versi avatar.
CNBC Internasional melaporkan, peserta hadir di meja konferensi panjang berbentuk huruf U, dalam bentuk avatar. Saat uji coba, nampak avatar CEO Facebook Mark Zuckerberg.
Dalam pertemuan virtual itu, terdapat layar raksasa di dekat Zuckerberg yang menunjukkan bahwa karyawan Facebook lain menelepon dari non-dunia VR. Dari layar itu muncul Zuckerberg asli melalui webcam seolah-olah berteleportasi ke kursi di meja sebagai avatar.
Vice president Reality Labs Facebook Andrew Bosworth mengatakan, aplikasi Horizon Workrooms memberikan pengalaman baru metaverse dalam dunia kerja. "Ini salah satu langkah mendasar ke arah itu (metaverse)," kata Bosworth dikutip dari CNBC Internasional, bulan lalu (19/8).