3 Cara Telkom Saingi Google – Amazon di Bisnis Pusat Data Indonesia
Telkom merambah pusat data karena potensinya dinilai besar. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ini pun menyiapkan tiga cara untuk bisa bersaing dengan raksasa teknologi global, seperti Google dan Amazon yang masuk bisnis data center di Indonesia.
Direktur Utama Telkom Ririek Adriansyah mengatakan, pasar pusat data di Indonesia tumbuh pesat karena masifnya digitalisasi. "Kami amati, dalam dua tahun terkahir, pertumbuhannya luar biasa," katanya dalam acara Beritasatu Economic Outlook, Kamis (25/11).
Ia menilai, pertumbuhan pesat pusat data itu karena tingginya kebutuhan akan teknologi komputasi awan (cloud) di Indonesia. Berdasarkan laporan Cisco dan BCG berjudul ‘The Future of Cloud in Asia Pacific’ pengeluaran infrastruktur informasi dan teknologi (IT), serta public cloud Indonesia merupakan yang terbesar di Asia Tenggara.
Pertumbuhan majemuk tahunan alias compound annual growth rate (CAGR) pengeluaran perusahaan di Indonesia untuk IT 13% selama 2020 - 2024. Sedangkan di Malaysia 10% dan Singapura 8%.
Ririek mengatakan, industri pusat data juga menjanjikan bagi Telkom. Bahkan, valuasinya bisa lebih besar dibandingkan bisnis telekomunikasi.
"Artinya, kalau punya lini bisnis data center, selain dapat pendapatan tambahan, juga memberikan valuasi tambahan," ujarnya.
Telkom pun menyiapkan sejumlah cara agar bisa meraup pasar pusat data di Indonesia, yakni:
1. Menguatkan struktur bisnis pusat data
Sejauh ini layanan pusat data Telkom di Tanah Air dikelola oleh anak usaha yakni Telkom Sigma. Sedangkan untuk pasar luar negeri digarap oleh Telin.
"Kami ingin menjadikan satu kesatuan sebagai perusahaan data center di Telkom Group," kata Ririek.
2. Mengembangkan infrastruktur
Saat ini, Telkom memiliki data center dengan kapasitas total 50 MegaWatt. Tahun ini, ada tambahan data hypeescale pusat data di Cikarang dengan kapasitas 75 MegaWatt.
"Kami menargetkan dalam lima tahun ke depan kapasitas data center bisa di atas 200 MegaWatt. Ini akan disesuaikan dengan kebutuhan dan pasar," kata Ririek.
3. Mengandalkan ekosistem
"Kami punya jaringan yang besar di pelanggan Telkomsel dan IndiHome. Ini bisa jangkau pasar yang besar," katanya.
Namun, Telkom akan menghadapi persaingan dari raksasa teknologi global, seperti Google dan Amazon yang juga gencar mengembangkan pusat data di Indonesia. Ririek mengatakan, masuknya pemain global itu menjadi ancaman.
"Secara volume di industri pusat data, mereka besar. Mereka juga membawa teknologi yang tidak dimiliki oleh perusahaan di Indonesia," kata Ririek.
Google meluncurkan pusat data di Jakarta tahun lalu. Untuk mendukung fasilitas ini, perusahaan teknologi Amerika Serikat (AS) itu pun menyediakan 150 ribu laboratorium untuk pelatihan terkait cloud.
“Kami berkomitmen mengasah kemampuan dan penyediaan tenaga kerja cloud di Indonesia," kata Country Director Google Cloud Indonesia Megawaty Khie saat konferensi pers secara virtual, tahun lalu (24/6/2020). "Kami akan mengirimkan 150 ribu laboratorium pelatihan tahun ini.”
Sedangkan, Alibaba membangun dua pusat data di Indonesia sejak 2018. Kemudian Microsoft membuat data center regional di Indonesia awal tahun ini.
Amazon Web Service (AWS) juga telah membangun pusat data di Jawa Barat. Anak usaha Amazon itu menilai, Nusantara merupakan pasar potensial dalam pengembangan pusat data karena ada banyak startup dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
"Startup dan UMKM di Indonesia semakin banyak. Ini potensial bagi bisnis komputasi awan (cloud)," kata Head of Solutions Architect, ASEAN AWS Paul Chen dalam AWS Media Briefing ‘Prediksi Cloud dan Inovasi Teknologi Digital 2021’, pada Februari (1/2).