Cara Startup Digitalisasi Warung Kudo Lolos dari Kebangkrutan

Desy Setyowati
7 Mei 2022, 07:00
Cara Startup Digitalisasi Warung Kudo Lolos dari Kebangkrutan
Youtube

Kudo menarik perhatian Grab dan memiliki dua juta lebih mitra per pertengahan 2021. Startup digitalisasi warung yang kini bernama GrabKios pernah hampir bangkrut.

GrabKios atau Kudo menyediakan aplikasi digital yang diklaim dapat memaksimalkan penghasilan, baik individu, warung maupun pengusaha kecil. Mitra dapat menyediakan layanan bayar tagihan, asuransi, kirim paket, kirim uang hingga membeli emas.

Co-Founder Kudo Agung Nugroho menyampaikan, perusahaannya berfokus pada produk dan konsumen untuk bertahan dan bertumbuh. “Harus memahami apa yang dipikirkan oleh konsumen,” kata dia dalam program serial podcast Impacttalk yang dirilis oleh Impactto belum lama ini.

Agung Nugroho merintis Kudo pada 2014 bersama Albert Lucius. Saat itu keduanya masih kuliah di University of California, Berkeley, Amerika Serikat (AS). Ini berawal dari tugas mata kuliah kewirausahaan atau entrepreneurship.

Keduanya kemudian mencari investor untuk mengembangkan ide dari tugas kuliah tersebut.

Upaya keduanya mengembangkan Kudo bukan hal yang mudah. Setelah mendapatkan pendanaan dari East Ventures pada 2014, mereka mulai mengembangkan produk pada pertengahan tahun itu  juga.

Kemudian meluncurkan layanan penjualan produk digital seperti voucer, tiket, bayar tagihan hingga pulsa pada Januari 2015. Saat itu, ia membuka stand kios di Mal Ciputra.

Namun hanya ada tiga pengunjung dalam sehari. Hari berikutnya lebih sedikit lagi. Agung pun bertanya kepada pengunjung mengenai alasan mereka tidak mengunjungi stand kios Kudo. “Mereka menjawab, ‘saya tidak mengerti bang. Kalau pegang (perangkat) takut rusak’,” kata dia.

[Perbincangan lengkap program Impacttalk tersebut bisa dililhat pada link berikut ini]

  

Kudo pun menyewa sales promotion girl atau SPG untuk menawarkan produk menggunakan perangkat tablet ukuran 12 inci kepada pengunjung mal dengan cara berkeliling. Setelah berhasil, startup ini menggaet lebih banyak SPG.

Setelah itu, Kudo menyasar pemilik warung dan mulai mengembangkan aplikasi. Agung bercerita, mengajari pedagang memakai platform digital tidak sesederhana fakta di lapangan. 

Agung harus bergulat dengan berbagai cara agar orang memahami sistem dan bersedia menggunakan Kudo. Namun tak ada satu pun pedagang tradisional yang tertarik untuk menggunakan Kudo pada masa-masa awal uji coba.

“Sudah diluncurkan, tetapi tidak ada yang mau pakai. Satu orang pun tak ada," kata Agung dikutip dari Antara.

Kudo bahkan hampir bangkrut menjelang penggalangan dana. "Awal fund-raising, pernah beberapa hari lagi hampir bangkrut. Tapi karena ada usaha luar biasa dan invisible hands dari atas, semuanya kembali on track,” ujar dia.

Agung dan tim pun memetakan apa saja yang diperlukan seorang pedagang tradisional. Dari situ, ia memahami bahwa mereka membutuhkan tambahan pendapatan, peningkatan jumlah pelanggan, dan harga produk yang murah untuk menunjang bisnis.

Kepada Impactto, Agung menyampaikan bahwa startup perlu memahami konsumen dengan baik. “Dipikir-pikir, anggaran kok sudah hampir habis. Tapi ketika kami mendengarkan konsumen, pasti ada track sheet. Tinggal seberapa cepat kita berani mengambil keputusan,” katanya.

Setelah itu, Agung dan Albert berfokus pada customer retention. Ini adalah berbagai tindakan yang dilakukan perusahaan untuk mempertahankan konsumen supaya tetap menggunakan produk atau layanan.

Halaman:
Reporter: Desy Setyowati, Antara, Fahmi Ahmad Burhan
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...