Rupiah Dibuka Melemah Imbas Rencana Pengetatan Moneter AS

Abdul Azis Said
12 April 2022, 09:37
rupiah, dolar as, amerika, the fed,
ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/wsj.
Pekerja menunjukkan uang dolar AS dan rupiah di salah satu gerai penukaran mata uang di Jakarta, Rabu (5/1/2022).

Nilai tukar rupiah dibuka melemah empat poin ke level Rp 14.369 per dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan pasar spot pagi ini. Ini dipengaruhi oleh komentar pejabat bank sentral AS, The Fed yang mempertegas adanya rencana pengetatan moneter lebih agresif.

Berdasarkan data Bloomberg, rupiah berbalik menguat ke level Rp 14.365 per dolar AS pada Pukul 09.15 WIB.

Mayoritas mata uang Asia lainnya melemah terhadap dolar AS. Pelemahan terdalam dialami won Korea Selatan 0,35% dan peso Filipina 0,34%.

Lalu, dolar Taiwan melemah 0,28%, ringgit Malaysia 0,15%, bath Thailand 0,12%, rupee India 0,07%, yen Jepang 0,01%, serta yuan Cina dan dolar Singapura kompak melemah 0,05%. Sedangkan dolar Hong Kong stagnan.

Analis pasar uang Ariston Tjendra memperkirakan, rupiah masih akan tertekan hari ini. Alasannya, kembali menguatnya sentimen pengetatan moneter The Fed.

Rupiah diramal melemah di kisaran Rp 14.380 dengan potensi support sekitar Rp 14.340 per dolar AS.

"Semalam, Kepala Bank Sentral AS area Chicago Charles Evans memberikan dukungan terhadap kenaikan suku bunga acuan AS yang lebih agresif tahun ini," kata Aristin dalam keterangannya, Selasa (12/4).

Komentar Evans itu semakin memperkuat sentimen rencana pengetatan moneter lebih agresif, yang sebetulnya sudah menguat sejak beberapa pekan terakhir. Apalagi, Evans selama ini terkenal sebagai salah satu pejabat The Fed yang berpandangan dovish.

Dia menyebut, suku bunga kemungkinan di level 2,25% - 2,5% pada akhir tahun. Ini berarti, perlu kenaikan 50 bps dalam beberapa pertemuan The Fed mendatang.

Komentar Evans itu mempertegas kemungkinan  adanya kenaikan suku bunga acuan 50 bps pada pertemuan bulan depan.

Indikasi meningginya ekspektasi kenaikan suku bunga acuan AS yang lebih agresif terlihat dari kenaikan imbal hasil alias yield obligasi pemerintah AS. Yield tenor 10 tahun naik lagi ke kisaran 2,8% pada perdagangan kemarin, setelah akhir pekan lalu meningkat menjadi di atas 2,7%.

"Tetapi minat pasar tinggi untuk berinvestasi di Indonesia, ditandai dengan naiknya IHSG ke level tertinggi baru. Ini bisa menahan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS," kata Ariston.

IHSG bergerak menguat 1,3% selama perdagangan sepekan terakhir dan berhasil menyentuh 7.210 pada penutupan perdagangan akhir pekan lalu. Penguatan masih berlanjut pada perdagangan kemarin, yang sempat menyentuh 7.291 pada Pukul 10.00 WIB, meski kembali ditutup melemah ke 7.203.

Senada dengan Ariston, analis Bank Mandiri Rully A Wisnubroto memperkirakan rupiah menghadapi volatilitas dari eksternal hari ini. Rupiah akan bergerak di rentang Rp 14.342 - Rp 14.338 per dolar AS.

Ia mengatakan, pasar akan menunggu publikasi data inflasi harga konsumen AS periode Maret yang akan dirilis dini hari nanti. Inflasi diprediksi naik dibandingkan Februari.

Konsensus menyebutkan inflasi bisa mencapai 8,4%, atau naik dari 7,9% pada Februari. 

"Hal ini akan menimbulkan volatilitas yang lebih tinggi, terutama apabila realisasi inflasi AS lebih tinggi dari perkiraan. Sebab, akan berdampak kepada yield US Treasury yang biasanya berdampak kepada nilai tukar," kata Rully kepada Katadata.co.id.

Reporter: Abdul Azis Said

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...