Alibaba dan Tencent Masuk Daftar E-Commerce Barang Palsu di Amerika
Amerika Serikat (AS) menambahkan e-commerce milik Tencent dan Alibaba ke daftar ‘notorious markets’. Perusahaan yang masuk lis ini dianggap terlibat atau memfasilitasi pemalsuan merek dagang.
Perwakilan Dagang Amerika atau US Trade Representative (USTR) mengidentifikasi 42 e-commerce dan 35 pasar fisik yang dilaporkan terlibat atau memfasilitasi pemalsuan merek dagang maupun pembajakan hak cipta yang substansial.
"Ini termasuk mengidentifikasi untuk pertama kalinya AliExpress dan ekosistem e-commerce WeChat," kata kantor USTR pernyataan dikutip dari Reuters, Jumat (18/2).
AliExpress milik Alibaba dan WeChat besutan Tencent dilaporkan memfasilitasi pemalsuan merek dagang yang substansial.
E-commerce yang berbasis di Cina Baidu Wangpan, DHGate, Pinduoduo, dan Taobao juga terus menjadi bagian dari daftar. Selain itu, ada sembilan pasar fisik yang berlokasi di Tiongkok yang masuk lis ini.
“Mereka dikenal dengan pembuatan, distribusi, dan penjualan barang palsu," ujar USTR.
Alibaba mengatakan akan terus bekerja sama dengan lembaga pemerintah untuk mengatasi masalah perlindungan kekayaan intelektual di seluruh platform-nya.
Sedangkan Tencent sangat tidak setuju dengan keputusan itu. “Kami berkomitmen untuk bekerja sama untuk menyelesaikan masalah ini,” kata perusahaan.
Pengembang game PUBG itu menambahkan bahwa perusahaan secara aktif memantau, menghalangi, dan menindak pelanggaran di seluruh platform. Selain itu, telah menginvestasikan sumber daya yang signifikan ke dalam perlindungan hak kekayaan intelektual.
Pencantuman dalam daftar ‘notorious markets’merupakan pukulan bagi reputasi perusahaan, tetapi tidak membawa hukuman langsung.
Dalam laporan terpisah, USTR bahwa AS perlu menerapkan strategi baru dan memperbarui alat perdagangan domestik untuk menangani kebijakan dan praktik non-pasar.
AS dan Cina terlibat dalam ketegangan perdagangan selama bertahun-tahun karena masalah seperti tarif, teknologi hingga kekayaan intelektual.
Amerika mengatakan bahwa Cina gagal memenuhi beberapa komitmen di bawah perjanjian perdagangan Fase 1 yang ditandatangani oleh pemerintahan mantan Presiden Donald Trump.