Raksasa Teknologi Dunia Harap Joe Biden Bawa Angin Perubahan AS

Desy Setyowati
5 November 2020, 15:15
Arah Kebijakan Biden di Bidang Teknologi hingga Nasib Huawei
Budastock/123rf
Ilustrasi

Sebagian besar petinggi dan pegawai perusahaan teknologi di Amerika Serikat (AS) mendukung Joe Biden ketimbang Donald Trump. Di tengah perhitungan suara pun konflik Trump dengan korporasi media sosial, Twitter, berlanjut karena cuitan klaim kemenangan pemilihan presiden (pilpres).

Twitter menandai cuitan tersebut karena dianggap memberikan informasi yang tidak benar. Sebelumnya, perusahaan beberapa kali memberikan ‘sanksi’ atas unggahan Trump seperti terkait kerusuhan di Minneapolis hingga persoalan hak cipta.

Advertisement

Trump memang memotong pajak perusahaan, yang membantu raksasa teknologi meningkatkan keuntungan. Namun, ada beberapa kebijakan yang ditentang oleh Facebook, Google hingga Twitter.

Pada Mei lalu misalnya, calon presiden petahana itu menandatangani perintah eksekutif (executive order) setelah Twitter melakukan cek fakta atas cuitannya. Trump ingin mengubah pasal atau section 230 pada Undang-undang (UU) Keterbukaan Komunikasi yang mengatur tentang perlindungan bagi perusahaan media sosial dari tanggung jawab atas konten yang diunggah oleh penggunanya.

Kemudian, Trump menandatangani perintah eksekutif terkait pembatasan visa imigrasi untuk banyak kategori bagi pekerja asing pada Juli. Ini berlaku untuk visa H-1B bagi pegawai bidang khusus dan manajer perusahaan multinasional L-1, yang populer di kalangan raksasa teknologi AS.

Ia juga memberikan sanksi kepada beberapa perusahaan teknologi Tiongkok seperti Huawei, WeChat, dan induk TikTok, ByteDance. Ini dianggap menciptakan ketidakpastian bagi rantai pasokan.

USA-ELECTION/DEBATE
USA-ELECTION/DEBATE (ANTARA FOTO/REUTERS/Mike Segar/pras/cf)

Kini, warga AS termasuk jajaran perusahaan teknologi menantikan hasil pilpres yang akan menentukan arah kebijakan ke depan. Hingga saat ini, hasil perhitungan BBC menunjukkan Biden unggul sementara dengan 243 suara elektoral dan Trump 214. Adapun CNN melaporkan perhitungan suara dengan Biden unggul 253 suara elektoral meninggalkan Trump yang meraih 213 suara.

Profesor di Stanford Law School sekaligus Direktur Stanford Program in Law, Science and Technolog Mark Lemley menilai, Biden akan mengubah beberapa kebijakan Trump terkait teknologi jika menang. “Trump mengubah kedudukan AS di dunia (selama ini)," kata dia dikutip dari CNN Internasional, Kamis (5/11).

Pekerja Asing hingga Internet Perdesaan

Dari sisi imigrasi misalnya, Biden berjanji mengambil sikap yang lebih terbuka. "Secara historis, kebijakan yang lebih ramah imigran bermanfaat bagi raksasa teknologi," kata analis di DA Davidson Tom Forte.

Sedangkan terkait netralitas internet, Biden memiliki hubungan dekat dengan eksekutif Comcast, yang berharap adanya kebijakan ketat. "Tentang netralitas bersih, Biden sedikit mengkhawatirkan," kata wakil direktur organisasi akar rumput, Fight for the Future, Evan Greer dikutip dari CNET, September lalu (21/9).

Netralitas internet adalah prinsip bahwa penyedia layanan internet (ISP) harus memberikan hak setara bagi semua konsumen terkait konten legal, terlepas dari sumbernya. Artinya, ISP tidak bisa memblokir konten tertentu, mempercepat atau memperlambat pengiriman data.

Dari sisi internet perdesaan, Biden mengatakan bahwa broadband kecepatan tinggi sangat penting bagi perekonomian dewasa ini. Sebab, ini memungkinkan perusahaan di mana pun untuk tumbuh dan berkembang.

Terkait hal ini, Huawei seringkali menyatakan bahwa perusahaan telekomunikasi AS di perdesaan akan merugi US$ 1,84 miliar atau sekitar Rp 27,11 triliun jika tak lagi memakai teknologinya. Biden mengatakan akan menganggarkan US$ 20 miliar untuk pendanaan infrastruktur broadband perdesaan, tetapi tidak berkomentar perihal peran perusahaan Tiongkok itu.

Anti-monopoli

Meski didukung oleh banyak perusahaan teknologi, Partai Demokrat yang menyokong Biden, mendorong reformasi UU Anti-monopoli di sektor ini. Subkomite Kehakiman Kongres AS merilis laporan terkait dugaan praktik monopoli oleh raksasa teknologi. Laporan ini merupakan hasil penyelidikan selama 16 bulan.

Laporan itu memerinci praktik monopoli dan perilaku antikompetitif yang diduga dilakukan oleh Google, Apple, Facebook, dan Amazon. Keempat perusahaan dinilai menggunakan kekuatannya untuk mengekstraksi konsesi dan mendikte persyaratan kepada pesaing.

Subkomite mencontohkan, Apple mengenakan pungutan 30% atas setiap transaksi di toko aplikasinya, App Store. Lalu Amazon diduga melakukan monopoli pada penjual pihak ketiga di platform. Peran perusahaan sebagai penyedia dominan layanan komputasi awan (cloud) dan kekuatannya di pasar lain, dianggap menciptakan konflik kepentingan.

Kemudian, pemerintah AS menuduh Google menghancurkan persaingan untuk melindungi dan memperpanjang monopoli. Departemen Kehakiman AS mencari tahu apakah Google membelokkan hasil pencarian untuk mendukung produknya sendiri atau tidak selama 14 bulan.

Selain itu, Google diduga menggunakan kekuatannya atas akses ke pengguna untuk menutup persaingan. Perusahaan memang menguasai sekitar 90% pasar mesin pencarian di AS.

Sedangkan Facebook diduga memonopoli industri penyedia platform media sosial. Perusahaan mengakuisisi aplikasi media sosial, Instagram dan percakapan, WhatsApp.

Laporan itu juga menjelaskan bahwa raksasa teknologi secara agresif mempertahankan dominasinya melalui akuisisi, praktik antikompetitif, mengumpulkan data pengguna, dan memanfaatkan penguasaan pasar yang ada.

Keempatnya juga mulai berfokus pada pemanfaatan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) di pasar negara berkembang. Ini dinilai bertujuan mengontrol perkembangan teknologi masa depan.

Kebijakan anti-monopoli tersebut akan berdampak pada banyak pasar, termasuk Indonesia. Google dan Amazon misalnya, menyediakan layanan cloud dan teknologi lainnya di Tanah Air. Jumlah pengguna Facebook dan media sosial di bawahnya yakni WhatsApp dan Instagram juga banyak.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement