Dua Hal Yang Bikin Pemerintah Sulit Tarik Pajak Fintech

Desy Setyowati
7 Agustus 2018, 17:29
Fintech
Arief Kamaludin | Katadata

Ketiga, PPN atas jasa riset untuk penilaian kredit senilai 10% dari transaksi. Keempat, PPh 2% atas pendapatan fintech di bidang manajemen investasi dan PPN 10% dari setiap transaksi. Kelima, PPh pasal 23 atas bunga terhadap fintech yang bergerak di bidang jasa keuangan dan asuransi.

Pengenaan pajak itu mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2018 tentang PPh atas penghasilan atas usaha yang diterima atau diperoleh wajib pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 197 Tahun 2013 batasan pengusaha kecil PPN.

Kendati begitu, potensi penerimaan pajak dari industri ini tidak bisa maksimal karena aturan spesifiknya belum ada. "Kalau belum diregulasi, yang dapat penghasilan maka itu yang bayar (pajak)  Hanya, kami juga perlu ada ketersediaan data dari banyak pihak (terkait subjek pajak fintech)," kata Suryo.

(Baca juga: Tiga Jenis Keahlian Ini Dibutuhkan Fintech)

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menyampaikan, kesulitan memajaki fintech karena belum ada payung hukum yang spesifik mengatur mengenai industri digital. "Mereka harus punya Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dulu baru bisa dipajaki," ujarnya kepada Katadata.

Menurutnya, pemerintah bisa mengacu pada Klasifikasi Baku Lapangan Usaha (KBLI) terbaru yang dirilis pada Mei 2017 lalu supaya fintech bisa mendapat NPWP yang sesuai dengan model bisnisnya. Hanya, Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) perlu menyusun aturan teknisnya terlebih dulu. Dengan begitu, Ditjen Pajak bisa mengacu pada aturan tersebut untuk memungut pajak fintech.

Halaman:
Reporter: Desy Setyowati
Editor: Pingit Aria
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...