Cina Terapkan Redistribusi Kekayaan, Alibaba cs Gencar Beri Sumbangan

Fahmi Ahmad Burhan
30 Agustus 2021, 10:44
Cina, Alibaba
ANTARA FOTO/REUTERS/Aly Song
Logo Alibaba Group terlihat di kantor pusat perusahaan tersebut di Hangzhou, provinsi Zhejiang, China, Senin (18/11/2019).

"Kemakmuran bersama adalah kemakmuran semua orang. Bukan kemakmuran segelintir orang," kata Xi selama pertemuan tersebut dikutip dari CNN Internasional pada pekan lalu (20/8).

Kebijakan redistribusi kekayaan memang populer diterapkan oleh mantan Presiden Tiongkok, Mao Zedong. Mao menerapkan kebijakan itu dengan cara mengambil alih kekayaan dari tuan tanah dan petani kaya, elite pedesaan.

Setelah Mao Zedong meninggal, kebijakan redistribusi kekayaan kemudian semakin pudar. Penerusnya Deng Xiaoping memulai dekade liberalisasi ekonomi di Tiongkok.

Sedangkan, apabila Xi menerapkan kebijakan redistribusi kekayaan era baru, yang juga termasuk dalam sasaran adalah para pimpinan raksasa teknologi Tiongkok, seperti Jack Ma dan Pony Ma. "Para ekonom Tiongkok telah lama bertanya-tanya apakah sektor teknologi akan menjadi langkah Xi selanjutnya dalam menangani masalah distribusi kekayaan,” kata ekonom yang juga penulis buku The Myth of Chinese Capitalism Dexter Roberts.

 Menurutnya, saat inilah waktunya bagi pemerintah Tiongkok menyasar para bos perusahaan teknologi itu. "Sekarang terjadi. Bagaimanapun, perusahaan teknologi ini adalah simbol kekayaan yang berlebihan di Tiongkok," katanya.

Para bos perusahaan teknologi Tiongkok ini memang termasuk di antara warganya yang terkaya. Berdasarkan laporan dari Bloomberg Billionaires Index, bos Alibaba, Jack Ma merupakan orang terkaya kedua di Tiongkok dan memiliki kekayaan bersih US$ 47,8 miliar atau Rp 685 triliun.

Sedangkan, bos Tencent Pony Ma menempati urutan ketiga dalam daftar orang kaya di Tiongkok. Kekayaan Pony Ma kini mencapai US$ 45,8 miliar atau Rp 656 triliun.

Menurut Roberts, upaya baru dari Xi Jinping juga akan membuat dua raksasa teknologi asal Tiongkok itu semakin tertekan.
"Tindakan keras peraturan baru-baru ini juga mengirimkan pesan mengerikan kepada pebisnis Tiongkok," katanya.

Begitu juga menurut dosen senior di fakultas hukum transnasional Universitas Peking, Ma Ji.
"Tiongkok masih ingin mempromosikan pengembangan teknologi, tetapi pada saat yang sama, untuk mencegah penyalahgunaan kekuatan data oleh pihak swasta serta memastikan keamanan nasional, dibuat berbagai aturan," ujarnya.

Halaman:
Reporter: Fahmi Ahmad Burhan
Editor: Maesaroh
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...