MUI Sebut Kripto Haram, Bappebti Terbitkan Regulasi Baru
Majelis Ulama Indonesia (MUI) memutuskan bahwa penggunaan uang kripto (cryptocurrency) sebagai mata uang, hukumnya haram. Sedangkan Badan Pengawasan Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) resmi menerbitkan peraturan terbaru terkait penyelenggaraan perdagangan pasar fisik aset kripto.
Aturan itu tertuang dalam Peraturan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Nomor 8 Tahun 2021 tentang Pedoman Penyelenggaraan Perdagangan Pasar Fisik di Bursa Berjangka.
Pelaksana tugas (Plt) Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan dan Penindakan Bappebti M Syist mengatakan, regulasi baru dari Bappebti itu memperbaharui tiga aturan sebelumnya yang terbit pada 2019. Melalui regulasi itu, Bappebti menambah sejumlah kewajiban bagi pedagang aset kripto.
"Pedangan wajib melaporkan transaksi yang dirasa mencurigakan," kata Syst dalam konferensi pers virtual, Rabu (24/11). Transaksi mencurigakan yang dimaksud yakni apabila aset kripto dijadikan sarana pencucian uang dan pendanaan teroris.
Kemudian, Bappebti menambah ketentuan terkait Know Your Customer (KYC) oleh pedagang. "Tidak hanya fasilitasi transaksi, tapi harus tahu kemana arah transaksinya agar bisa ditelusuri," ujarnya.
Bappebti sendiri menyiapkan 229 jenis aset kripto yang bisa ditransaksikan di 13 pedagang aset kripto terdaftar. Jenis kripto ini termasuk bitcoin dan ethereum yang mempunyai kapitalisasi pasar terbesar di dunia.
Syist mengatakan, Bappebti membuat aturan perdagangan aset kripto baru mengingat potensi transaksi yang besar di Indonesia. Saat ini, jumlah pelanggan aset kripto Indonesia di perdagangan mencapai 7,5 juta orang. Angkanya melonjak hampir dua kali lipat dibandingkan tahun lalu 4 juta orang.
Begitupun dengan nilai transaksinya yang meningkat menjadi Rp 478,5 triliun hingga Juli 2021. Nilainya naik signifikan dibandingkan tahun lalu Rp 65 triliun.
Beberapa jenis aset kripto yang banyak diminati di Indonesia antara lain bitcoin, ethereum, dan cardano. Kendati demikian, transaksi kripto di Indonesia masih tergolong kecil, yakni hanya 1% dari transaksi volume global.
Di sisi lain, Majelis Ulama Indonesia (MUI) memutuskan bahwa penggunaan kripto sebagai mata uang, hukumnya haram. Ini ditetapkan dalam Forum Ijtima Ulama dua pekan lalu (11/11).
Menurut Syst, keputusan MUI itu sebenarnya sejalan dengan pemerintah. "Artinya, yang dilarang adalah transaksi sebagi mata uang," katanya
Sedangkan MUI menurutnya membuka ruang agar aset kripto menjadi komoditi perdagangan asalkan memenuhi persyaratan seperti ada penyerahan, permintaan, penawaran, dan dari sisi keamanan terjamin.
Sebelumnya, Ketua MUI Asrorun Niam Soleh mengatakan bahwa alasan MUI mengeluarkan fatwa kripto haram karena mengandung unsur gharar, dharar, serta bertentangan dengan UU nomor 7 tahun 2019 dan Peraturan Bank Indonesia (BI) nomor 17 tahun 2015.
MUI juga memutuskan bahwa aset kripto sebagai komoditi tidak sah untuk diperdagangkan. Sebab, aset kripto mengandung unsur gharar, dharar, dan qimar. Selain itu, aset kripto dinilai tidak memenuhi syarat sil'ah secara syar'i.
"Syarat sil'ah yaitu harus ada wujud fisik, memiliki nilai, diketahui jumlahnya secara pasti, hak milik, dan bisa diserahkan ke pembeli," kata Niam dikutip dari Antara, pada dua pekan lalu (11/11).
Dikutip dari situs Bank Muamalat, gharar adalah ketidakpastian dalam transaksi yang diakibatkan dari tidak terpenuhinya ketentuan syariah dalam transaksi tersebut.
Sedangkan dharar adalah transaksi yang dapat menimbulkan kerusakan, kerugian, ataupun ada unsur penganiayaan, sehingga bisa mengakibatkan terjadinya pemindahan hak kepemilikan secara batil.
Lalu, qimar yakni suatu bentuk permainan yang di dalamnya dipersyaratkan, jika salah seorang pemain menang maka dia akan mengambil keuntungan dari pemain yang kalah dan sebaliknya.