Silicon Valley Bank Kolaps, Startup Fintech Diimbau Fokus ke Profit
Silicon Valley Bank atau SVB kolaps dinilai berdampak terhadap sektor keuangan, termasuk startup teknologi finansial (fintech) dari sisi spekulasi pasar. Perusahaan di sektor ini diimbau perlu berfokus pada ‘bottom line’.
Bottom line ialah laba bersih perusahaan atau pendapatan setelah dikurangi semua biaya.
Indonesia Fintech Society (Ifsoc) menilai penutupan Silicon Valley Bank (SVB) di tengah tech winter perlu dilihat sebagai sinyal dan peringatan dini agar startup fintech Indonesia segera memperkuat tata kelola perusahaan dan manajemen risiko.
Tech winter yang dimaksud yakni pengetatan pendanaan yang mendorong startup untuk efisiensi.
Steering Committee Ifsoc sekaligus mantan Komisioner OJK Tirta Segara menyampaikan, kenaikan suku bunga di negara-negara maju berpengaruh terhadap kemampuan startup, termasuk fintech dalam mendapatkan pendanaan murah.
Kenaikan suku bunga juga menjadi penyebab Silicon Valley Bank kolaps. Bank-bank sentral di berbagai negara menaikkan suku bunga acuan untuk mengatasi inflasi atau kenaikan harga barang dan jasa yang tinggi.
Kondisi tersebut semakin buruk dengan kian menurunnya nilai aset likuid bank, yang disinyalir berkaitan dengan kejatuhan Silicon Valley Bank.
Berdasarkan observasi Ifsoc, nilai pendanaan ke startup fintech meningkat selama tahun lalu. Namun, jumlah penerima pendanaan menurun.
"Startup fintech memasuki babak baru. Saat ini investor lebih selektif dalam memberikan pendanaan dengan berfokus pada profitabilitas dibandingkan pertumbuhan," kata Tirta dalam keterangan resmi, Kamis (16/3).