Jalan Terjal Indonesia Mengadopsi Teknologi 5G dalam Tiga Tahun

Desy Setyowati
29 September 2020, 15:00
ponsel 5g, infrastruktur, Kominfo, smartphone, internet, 5g,
Thampapon Otavorn/123rf
Ilustrasi infrastruktur

Tri sudah melakukan fiberisasi sejak 2017 secara bertahap. Danny berharap, ada keseragaman dan penetapan retribusi yang terjangkau supaya perusahaan telekomunikasi bisa mempercepat fiberisasi BTS.

Telkomsel juga telah melakukan fiberisasi. Perusahaan berpelat merah ini mengoperasikan lebih dari 209 ribu BTS per awal tahun. Sebanyak 131.499 di antaranya merupakan 3G, sementara 77.501 lainnya 4G.

Cara Mengatasi Tantangan Adopsi 5G

Fiberisasi memang menjadi komponen penting untuk bisa menerapkan 5G. Untuk meminimalkan biaya, Kominfo mengkaji rasionalisasi biaya spektrum untuk e-band dan backhaul v-band.

Pita e atau e-band berada pada rentang frekuensi radio 60 Ghz hingga 90 Ghz atau berada dalam jangkauan spektrum radio EHF. Spektrum ini dinilai cocok untuk menunjang 4G. Sedangkan v-band pada rentang 57 Ghz dan 64 Ghz.

Selain itu, kementerian mengkaji kemungkinan adanya insentif untuk operator seluler yang meningkatkan kapasitas jaringannya. “Kebijakan ini diperlukan untuk mempercepat penetrasi jaringan backhaul yang berkualitas,” Kepala 5G Task Force Indonesia Denny Setiawan, pekan lalu (23/9).

Dari sisi frekuensi, ia menyampaikan bahwa 5G membutuhkan semua jenis lapisan yakni rendah atau 700 Mhz, tengah 2,6 Ghz dan tinggi 3,5 Ghz. Spektrum 700 Mhz untuk memperluas cakupan 5G.

Sedangkan 2,6 Ghz untuk meningkatkan kapasitas internet. Lalu 3,5 Ghz untuk mengurangi latensi atau keterlambatan pengiriman data antarperangkat.

Oleh karena itu, kementerian menata ulang frekuensi (refarming) tersebut. Salah satunya dengan mendorong migrasi televisi analog ke digital, agar 700 Mhz bisa digunakan untuk 5G.

Selain itu, “pemerintah dapat membuka lelang pita frekuensi 5G,” ujar Denny.

Sedangkan untuk meminimalkan biaya pembangunan infrastrukturnya, pemerintah mengatur 5G pada rancangan undang-undang atau RUU Omnibus Law Cipta Kerja. Di dalamnya akan memuat tentang skema berbagi frekuensi dan infrastruktur.

Kepala Subdit Penataan Alokasi Spektrum Dinas Tetap dan Bergerak Darat Kementerian Kominfo Adis Alifiawan menjelaskan, investor enggan berinvestasi di infrastruktur pendukung 5G jika regulasinya tidak jelas. Sedangkan Undang-undang (UU) Telekomunikasi perlu diperbarui.

“Aturan telekomunikasi perlu diperbarui. Perlu triple sharing, network sharing, dan paling atas, spectrum sharing,” kata Adis saat konferensi pers virtual, bulan lalu (28/8).

Kontribusi 5G Bagi PDB Indonesia

Berdasarkan studi ITB memperkirakan, penerapan 5G secara agresif dapat menambah produk domestik bruto (PDB) Rp 2.784 triliun pada 2030 dan Rp 3.549 triliun pada 2035. Nilainya sekitar 9,8% terhadap PDB nasional.

“Ini mengasumsikan bahwa semua pita frekuensi tersedia pada akhir 2021,” kata perwakilan LAPI ITB Ivan Samuels, pekan lalu (23/9).

Penerapan 5G juga dapat menciptakan 4,6 juta hingga 5,1 juta peluang kerja pada periode yang sama. Selain itu, meningkatkan produktivitas per kapita Rp 9 juta sampai Rp 11 juta.

“Kami estimasi, implementasi 5G yang agresif dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia 3,1% di luar proyeksi pemerintah,” ujar Ivan.

Namun kontribusinya terhadap PDB nasional lebih kecil, jika spektrum frekuensi disiapkan secara bertahap. Dengan asumsi 700 Mhz tersedia 2021, 2,6 Ghz di tahun berikutnya, dan 3,5 Ghz pada 2023.

Kontribusinya diperkirakan hanya Rp 2.802 triliun pada 2030, dan Rp 3.533 triliun pada 2035.

Sedangkan 5G masuk dalam rancangan rencana membangunan jangka menengah Nasional (RPJMN) 2024. ITB memperkirakan, Indonesia kehilangan potensial PDB Rp 1.600 triliun pada 203, jika 5G baru tersedia setelah 2023.

Halaman:
Reporter: Desy Setyowati, Fahmi Ahmad Burhan, Cindy Mutia Annur
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...