Era Internet, Bisakah Cebong dan Kampret Sedamai Fans Dua Manchester?

Pingit Aria
30 Januari 2020, 18:55
Cambridge Analytica, Carole Cadwalladr, Facebook, Google, Katadata IDE 2020
Adi Maulana Ibrahim|Katadata
Pulitzer Prize Finalist Investigative Journalist Of The Guardian Carole Cadwalldr bersama wartawan senior Tempo Bambang Harymurti dalam acara Indonesia Data and Economic (IDE) 2020 di Ballroom Kempinski, Jakarta Pusat, Kamis (30/1/2020).

Cadwalladr berasal dari Inggris. Bambang kemudian mengajukan pertanyaan tentang fenomena yang ditemuinya di Manchester. Kota tersebut memiliki dua tim sepak bola besar: Manchester United dan Manchester City.

Pendukung kedua tim sama-sama fanatik, tapi ia melihat semuanya tetap rukun. Kenapa demokrasi kita tidak bisa sedamai itu?

Cadwalladr menyatakan bahwa dalam konteks sepak bola, permainan dilakukan di lapangan dengan aturan yang ketat. Ada wasit, ada ketentuan soal waktu, kartu kuning, kartu merah, dan sebagainya. “Dengan banyaknya uang yang mengalir ke Facebook dan Google, aturan-aturan itu tidak berlaku (di internet),” tuturnya.

Beberapa negara, seperti Singapura, Tiongkok dan Indonesia mencoba membuat regulasi tentang perlindungan data pribadi. Sedangkan Jerman dan Uni Eropa telah lebih maju dengan implementasi General Data Protection Regulation (GDPR).

Namun, secara umum, upaya tersebut dinilainya belum cukup untuk menjamin keamanan data pengguna. Hampir empat tahun sejak pengungkapan skandal Cambridge Analytica, Cadwalladr tak melihat perubahan signifikan dalam konteks perlindungan data pribadi. “Kita masih tetap tak berdaya,” katanya.

(Baca: Cambridge Analytica dan Peran Negara dalam Perlindungan Data Pribadi)

Bambang membuat analogi. Indonesia adalah penghasil rempah-rempah. Ratusan tahun lalu, masyarakat begitu saja menanamnya di kebun, tanpa mengetahui nilai dan dan kegunaannya. Kemudian Belanda datang, menjajah untuk mendapatkan rempah-rempah itu dan menjualnya dengan harga tinggi di Eropa.

Di era digital, masyarakat dengan sukarela memberikan data pribadinya ke perusahaan seperti Facebook untuk berjejaring sosial. Perusahaan kemudian menjual data itu kepada pengiklan tanpa sepengetahuan pengguna, dan mendapat keuntungan besar.

Cadwalladr mengamininya, “Betul. Kita adalah koloni dalam imperium Facebook.”

Halaman:
Reporter: Cindy Mutia Annur
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...