Ini Tantangan Nadiem Sebagai Mendikbud di Era Digital

Desy Setyowati
24 Oktober 2019, 10:09
Ada beberapa tantangan yang bakal dihadapi Nadiem sebagai Mendikbud di era digital.
Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim. Mantan CEO Go-Jek ini mendatangi Istana Kepresidenan, Jakarta (21/10/2019). Ada beberapa tantangan yang bakal dihadapi Nadiem sebagai Mendikbud di era digital.

Nadiem pun menjelaskan alasan kenapa dirinya dipilih oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjadi Mendikbud. "Walaupun bukan dari sektor pendidikan, saya lebih mengerti apa yang akan ada di masa depan, karena bisnis saya di bidang masa depan, mengantisipasi masa depan," kata Nadiem di Jakarta, kemarin (23/1).

Nadiem mengaku berat hati meninggalkan Gojek, bisnis yang dirintisnya sejak awal. Namun, ia merasa tertantang untuk memperbaiki pendidikan di Tanah Air agar mampu beradaptasi lebih cepat terhadap perubahan.

Sebab, ia menilai sistem pendidikan di Indonesia dalam 20-30 tahun terakhir tak banyak berubah. Meski demikian, ia mengapresiasi kinerja menteri pendidikan sebelumnya, Muhadjir Effendy yang melakukan sejumlah terobosan.

Ke depan, pria kelahiran 1984 ini berkeinginan agar sistem pendidikan di Indonesia berbasis kompetensi dan karakter. Sistem pendidikan, menurut dia, perlu menyesuaikan perubahan dan dapat terhubung dengan kebutuhan industri dan perekonomian. "Sesuai visi dan misi Pak Presiden, saya akan coba menyambung, link and match antara institusi pendidikan dengan di luar pendidikan," katanya.

(Baca: Cerita Startup Habiskan Rp 1 Miliar untuk Rekrut Talenta Digital)

Firma konsultan organisasi global, Korn Ferry merilis studi bertajuk Global Talent Crunch. Dalam laporannya itu, mereka memproyeksikan Indonesia akan kekurangan sekitar 18 juta tenaga ahli pada 2030 akibat perlambatan pertumbuhan tenaga kerja di seluruh sektor industri. Hal ini menyebabkan Indonesia berpotensi kehilangan pendapatan US$ 442,6 miliar.

Managing Director Korn Ferry Hay Group Indonesia Sylvano Damanik mengatakan, kekurangan tenaga kerja level A (highly skilled) akan segera terjadi. Sedangkan untuk tenaga kerja level B (mid skilled) dan level C (low skilled) akan terjadi pada 2025.

"Dampak kekurangan tenaga kerja ahli pada sektor layanan finansial dan bisnis pada 2030 berpotensi berujung kepada pendapatan tahunan yang tidak terealisasi US$ 9,1 miliar; di sektor teknologi, media, dan telekomunikasi US$ 21,8 miliar; serta sektor manufaktur US$ 43 miliar," kata dia April tahun lalu.

(Baca: Soal Talenta Digital, Indonesia Masih Kalah dari India)

Halaman:
Reporter: Desy Setyowati
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...