Banyak Salah Kaprah, Sri Mulyani Tarik Aturan Pajak untuk E-Commerce

Rizky Alika
29 Maret 2019, 17:12
sri mulyani
Arief Kamaludin|Katadata
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mencabut Peraturan Menteri Keuangan (PMK) soal pajak e-commerce.

Asosiasinya sudah mengeluhkan hal itu ke Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) selama dua bulan terakhir atau sejak dirilisnya PMK Nomor 210. “Poin terkait sosial media itu sama sekali tidak ada di aturan,” ujarnya dalam Katadata Forum bertema ‘Polemik Aturan Perpajakan Bagi E-Commerce’ di Jakarta, kemarin.

Padahal, idEA mencatat penjualan di media sosial seperti Facebook dan Instagram mencapai 66 % dari keseluruhan transaksi secara online di Indonesia pada 2017. Hanya, 16 % yang bertransaksi melalui platform marketplace.

Deputy Head of Research and Data Katadata.co.id Stevanny Limuria menambahkan, transaksi e-commerce di media sosial cukup besar. Survei PayPal terhadap 4 ribu konsumen dan 1.400 merchant di tujuh negara Asia pada 2017 menunjukkan, 80 % memakai media sosial untuk bertransaksi. Ketujuh negara itu adalah Tiongkok, India, Hong Kong, Singapura, Indonesia, Thailand, dan Filipina.

(Baca: Pengusaha Retail Sebut Aturan Pajak E-Commerce Seimbangkan Persaingan )

Karena itu, pemerintah perlu mengkaji penerapan aturan pajak e-commerce. “Dua tahun itu waktu yang tepat untuk mematangkan regulasi dan edukasi di masyarakat. Secara pelan-pelan, nantinya Indonesia akan menerapkan dan lebih terbuka soal perpajakan e-commerce ini," ujar dia.

Merujuk riset KIC, regulasi pajak dalam PMK 210/2018, seperti kewajiban menyerahkan NPWP dan NIK bukan satu-satunya opsi memperluas basis pajak. Pemerintah sebenarnya punya opsi lain untuk memperluas basis pajak dan meningkatkan pajak dari e-commerce serta menciptakan perlakuan adil bagi platform marketplace dan media sosial.

Selain menunda penerapan pajak ini selama dua tahun, menurut KCI, ada lima solusi alternatifnya. Pertama, akses melalui rekening di bank. Apabila pemerintah ingin mendapatkan data wajib pajak dari pelaku e-commerce di marketplace sebenarnya bisa dilakulan melalui akses terhadap rekening bank milik merchant atau pedagang.

(Baca: Pelaku UMKM Minta Aturan Pajak E-Commerce Ditunda Satu Tahun)

Kedua, edukasi masyarakat. Hal ini penting karena tidak semua masyarakat punya kepedulian soal pajak. Ketiga, pemerintah perlu segera menerbitkan peraturan lanjutan mengenai ketentuan pajak atas transaksi via media sosial

Keempat, pemerintah perlu memberi insentif dan stimulus bagi pelaku e-commerce. Dengan cara ini, bisnis e-commerce dapat lebih kreatif dan inovatif. Salah satu insentif yang mungkin adalah memasukkan mereka dalam kategori wajib pajak patuh yang tidak menjadi sasaran pemeriksaan pajak.

Terakhir, membuat skema PPN final dengan tarif lebih rendah dari tarif normal. Pemerintah sedang mengkaji pemberlakuan tariff PPN final sekitar dua persen bagi wajib pajak yang memiliki omzet Rp 4,8-10 miliar. Omzet yang melampaui Rp 10 miliar akan dikenai tarif PPN normal sebagai pengusaha kena pajak.

Halaman:
Reporter: Rizky Alika
Editor: Sorta Tobing
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...