Facebook Siap Pungut Pajak 10% Mulai Hari Ini, Netflix Sejak Agustus
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menunjuk 16 perusahaan asing untuk memungut pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10% atas produk digital. Facebook mengaku siap memungut pajak digital mulai hari ini, sementara Netflix sudah melakukannya sejak bulan lalu.
Juru bicara Netflix mengatakan, perusahaan telah menyiapkan diri untuk memungut PPN. Perusahaan pun sudah menyesuaikan tarif berlangganan untuk pengguna baru, mulai Agustus.
“Informasi terkait perubahan biaya ini juga sudah kami sampaikan ke anggota lama," ujar juru bicara Netflix kepada Katadata.co.id, Selasa (1/9).
Dikutip dari situs resminya, tarif berlangganan Netflix untuk paket mobile naik dari Rp 49 ribu menjadi Rp 54 ribu per bulan sejak 1 Agustus. Paket basic juga naik dari Rp 109 ribu menjadi Rp 120 ribu.
Kemudian, tarif paket standard naik dari Rp 139 ribu menjadi Rp 153 ribu, dan paket premium dari Rp 169 ribu menjadi Rp 186 ribu.
Facebook juga mengaku siap untuk memungut PPN 10% mulai hari ini. Setidaknya ada tiga perusahaan Facebook yang akan menerapkan kebijakan ini di Indonesia, yakni Facebook Ireland Ltd., Facebook Payments International Ltd., dan Facebook Technologies International Ltd.
“Kami terus mematuhi peraturan pajak di setiap negara di mana kami beroperasi. Di Indonesia, kami akan memungut PPN sesuai dengan peraturan yang berlaku mulai 1 September,” ujar juru bicara Facebook.
Direktorat Jenderal atau Ditjen Pajak menunjuk enam perusahaan asing untuk memungut pajak sejak Agustus. Mereka yakni Amazon Web Services Inc., Google Asia Pacific Pte. Ltd., Google LLC., Google Ireland Ltd., Netflix International B.V., dan Spotify AB.
Spotify belum memberitahukan kenaikan tarif di situs resminya. Tarif berlangganan untuk paket pelajar tercatat masih Rp 24.990 per bulan. Apabila dikenakan PPN 10%, maka tarifnya bisa naik menjadi Rp 27.489 per bulan.
Untuk paket individual, tarifnya Rp 49.990. Apabila dikenakan PPN 10% menjadi Rp 54.989. Sedangkan paket keluarga ditetapkan Rp 79 ribu, jika dengan PPN 10% menjadi Rp 86.900.
Lalu, Ditjen Pajak menunjuk 10 perusahaan asing untuk memungut PPN 10% mulai hari ini. Mereka di antaranya Amazon Services LLC,. Audible,Inc, Audible Ltd., Alexa Internet, Apple Distribution International Ltd., Tiktok Pte. Ltd., The Walt Disney Company (South East Asia) Pte. Ltd., Facebook Ireland Ltd., Facebook Payments International Ltd., dan Facebook Technologies International Ltd.
Pemungutan pajak digital oleh perusahaan asing itu diatur dalam Pertaturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 48 tahun 2020, yang terbit pada 5 Mei lalu. Peraturan ini merupakan turunan dari Pertatuan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara.
Potensi Pajak Digital
Berdasarkan perhitungan INDEF, potensi pajak dari layanan digital mencapai Rp 7,2 triliun. Potensi ini mencakup pengenaan PPN produk digital dan yang diperdagangkan di e-commerce.
Sedangkan PMK Nomor 48 tahun 2020, hanya mengatur tentang PPN 10% atas penjualan produk digital. Pada Pasal 1 dijelaskan pengertian barang dan jasa digital yang akan dipungut.
Produk yang dimaksud seperti streaming film, musik, item game online, aplikasi dan layanan panggilan video (video call) berbayar hingga pulsa.
Ekonom INDEF Nailul Huda menilai, potensi pajak yang besar justru berasal dari produk yang diperjualbelikan di e-commerce. “Potensinya sekitar Rp 6 triliun. Kalau dikurangi ini (e-commerce), hanya Rp 2 triliun,” kata dia kepada Katadata.co.id, pada Juli lalu (2/7).
Namun, Kemenkeu justru mencabut PMK mengenai pajak e-commerce pada Maret 2019 lalu. Alasannya, aturan ini kerap disalahartikan sebagai pungutan pajak yang baru.
“Kalau dibandingkan e-commerce, jauh besaran ekonominya. Bisa sembilan kali lipat bandingkan hanya pajak produk digital,” kata Nailul.
Kendati begitu, ia memahami bahwa pemerintah harus berhati-hati memungut PPN atas produk yang diperdagangkan di e-commerce. Sebab, konsumen dan pedagang justru bisa beralih ke media sosial.
Namun, Anggota Komisi XI DPR Indah Kurnia sempat mengatakan bahwa potensi nilai transaksi digital mencapai Rp 100 triliun. Jika dikenakan PPN 10%, maka pemerintah bisa meraup sekitar Rp 10 triliun.
Ada tujuh produk digital yang potensial untuk dikenakan PPN, sebagaimana terlihat pada tabel berikut:
Jenis produk digital | Perkiraan Nilai Transaksinya |
Perangkat lunak (software) pada ponsel pintar (smartphone) | Rp 44,7 triliun |
Layanan digital dan media sosial | Rp 17,07 triliun |
Hak siaran atau layanan televisi berlangganan | Rp 16,49 triliun |
Sistem perangkat lunak dan aplikasi | Rp 14,06 triliun |
Penjualan film | Rp 7,65 triliun |
Perangkat lunak khusus seperti untuk mesin dan desain | Rp 1,77 triliun |
gim, video, dan musik | Rp 880 miliar |
TOTAL | Rp 102,62 triliun |
Sumber: Naskah Akademik Omnibus Law Perpajakan
Direktorat Jendral Pajak Kemenkeu mengatakan, potensi pajak digital di Indonesia cukup besar. Ini tecermin dari pergeseran pelaku pajak yang berwujud, mulai mengarah ke platform digital.
"Oleh karena itu, kami harus cepat memberikan keadilan kepada pelaku usaha digital dan non-digital dari dalam dan luar negeri," kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama.