Langkah Baru Traveloka untuk Bangkit dan Bidik Untung Tahun Depan

Desy Setyowati
20 Oktober 2020, 06:00
Siasat Bisnis Traveloka yang Disebut Berpotensi Untung Tahun Depan
pat138241/ 123rf
Ilustrasi

“Tur virtual melalui siaran langsung tidak lagi hanya menjadi cara hidup saat pandemi corona, tetapi kebiasaan baru," kata pemimpin divisi siaran langsung Fliggy, Xu Xiang dikutip dari Asian Nikkei Review, Juni lalu (4/6).

Perusahaan perjalanan online di bawah Trip.com Group, Ctrip juga bertaruh pada layanan tur virtual. Korporasi ini menginvestasikan 1 miliar yuan atau US$ 140 juta untuk produk yang diluncurkan Maret ini.

Ctrip bermitra dengan otoritas pariwisata dan hampir 10 ribu merek, termasuk maskapai penerbanganhotel, dan operator objek wisata di Tiongkok.

Analis di Fitch Solutions Kenny Liew mengatakan, tur virtual dapat menarik pelancong yang lebih tua dan mereka yang memiliki masalah mobilitas. Selain itu, pelajar.

“Perusahaan dapat menyediakan rencana perjalanan yang dipersonalisasi untuk sekolah, dengan biaya yang lebih rendah daripada harus bepergian langsung,” kata Liew dikutip dari ChannelNewsAsia, September lalu (25/9).

Sedangkan analis di perusahaan riset pasar perjalanan, Phocuswright, Chetan Kapoor menilai bahwa tur virtual dapat membangun minat masyarakat untuk bepergian setelah diizinkan oleh otoritas. “Peran gambar, konten deskriptif, video, dan sebagainya sangat membantu dalam mendorong pengambilan keputusan," kata dia.

Langkah Traveloka untuk Untung yang Terhambat Corona

Traveloka sebenarnya berencana menawarkan saham perdana (Initial Public Offering/IPO) pada 2021 hingga 2022. Pada November lalu, Ferry mengatakan bahwa bisnisnya stabil dan optimistis bakal meraup keuntungan dalam beberapa tahun ke depan.

Perusahaan pun berfokus layanan di sektor gaya hidup dan finansial. “Kami mengikuti tren konsumen. Tak hanya layanan perjalanan, tetapi juga pemesanan film, spa hingga voucer restoran," ujar Ferry saat wawancara dengan jurnalis Bloomberg, November tahun lalu (22/11/2019).

Traveloka setidaknya memiliki 20 lebih produk. Ada tujuh terkait perjalanan seperti pemesanan tiket pesawat, bus, kereta hingga sewa mobil. Lalu ada empat seputar penginapan.

Kemudian lima layanan mengenai gaya hidup, seperti pemesanan tiket menonton film di bioskop, Traveloka Xperience, restoran, city guides, dan voucer. Selain itu, ada tujuh produk terkait keuangan yakni asuransi, poin, paylater, dompet digital melalui Uangku, isi ulang saldo, konektivitas dan data, serta international data plans.

Namun, langkah Traveloka di jalur untuk meraup keuntungan itu terganjal pandemi virus corona. Berdasarkan data CB Insights, jumlah kunjungan ke platform per bulannya turun 7,02% per awal September.

Oleh karena itu, perusahaan meluncurkan beragam layanan baru seperti tes risiko corona hingga tur virtual. Dengan beragam strategi ini, Traveloka masih mendapatkan pendanaan US$ 250 juta atau sekitar Rp 3,6 triliun pada Juli lalu.

Dana segar itu diperoleh dari salah satu institusi keuangan global. Selain itu, investor terdahulu (existing investor) berpartisipasi dalam pendanaan, termasuk EV Growth.

“Kami sangat paham bahwa sektor ini mungkin akan mengalami turbulensi lebih lanjut dengan adanya gelombang Covid-19 berikutnya. Namun kami siap untuk menghadapi tantangan ini dan berdiri tegap setelah pandemi ini berlalu,” ujar Ferry, dikutip dari siaran pers, Juli lalu (28/7).

Berdasarkan data ICAO per Oktober, jumlah penumpang maskapai penerbangan di Asia Pasifik untuk domestik, diprediksi turun 607 juta hingga 628 juta dibandingkan sebelum ada pandemi.

Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani pun menyampaikan, transportasi merupakan salah satu sektor yang paling tepukul pandemi, selain pariwisata, makanan dan minuman. Rincian sektornya dapat dilihat pada Databoks berikut:

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, jumlah turis asing yang melancong ke Indonesia turun 59,9% secara tahunan (year on year/yoy) menjadi 3,09 juta pada semester pertama. Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, perlu ada inovasi untuk menarik wisman ke Indonesia.

Meski begitu, Fitch Ratings memperkirakan bahwa permintaan layanan penerbangan di Indonesia mulai naik tahun depan. “Jumlah kilometer yang ditempuh oleh penumpang pesawat (revenue passenger kilometer/RPK) diperkirakan rerata 35% dibandingkan kondisi normal pada tahun ini dan 60% di 2021,” demikian dikutip dari laporan, akhir bulan lalu (28/9).

Namun, pemulihan di Vietnam diramal jauh lebih cepat dibandingkan Indonesia, Filipina, Thailand, dan Malaysia masih tinggi. Ini karena karena kasus Covid-19 yang rendah.

Selain itu, Google, Temasek dan Bain and Company pada 2019 memperkirakan, nilai transaksi bruto (gross merchandise value/GMV) travel online di Asia Tenggara US$ 34,48 miliar atau setara Rp 483 triliun pada tahun lalu. Rinciannya dapat dilihat pada Databoks berikut:

Sedangkan di Indonesia, nilainya diprediksi US$ 10 miliar pada tahun lalu dan US$ 25 miliar di 2025. Ini terlihat pada Databoks di bawah ini:

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...