Arah Startup Pendidikan Saat Sekolah Dibuka Kembali

Desy Setyowati
10 Desember 2020, 18:30
Menakar Nasib Startup Pendidikan ketika Belajar Tatap Muka Dimulai
123rf.com
Ilustrasi

Ia menyebutkan, pendanaan ke startup pendidikan regional US$ 270 juta pada tahun lalu. Jumlahnya naik lebih dari tiga kali lipat dibandingkan 2018 US$ 80 juta.

Pendanaan ke startup pendidikan Asia Tenggara
Pendanaan ke startup pendidikan Asia Tenggara (e-Conomy SEA 2020)

Temasek pun mengalihkan perhatiannya ke startup edtech dan healthtech karena tingkat adopsi layanan yang tinggi saat pandemi Covid-19. Saat ini, perusahaan sedang berdiskusi untuk berinvestasi ke perusahaan rintisan di kedua sektor ini.

Namun, Rohit enggan mengungkapkan startup yang dimaksud. "Kami memperkirakan perusahaan multi-miliar dolar muncul dari sektor ini selama beberapa tahun ke depan," kata Rohit dikutip dari Business Times, November lalu (12/11).

Tantangan Startup Pendidikan

Meski peluangnya besar, Rohit melihat bahwa perusahaan rintisan di Asia Tenggara, termasuk sektor edtech, menghadapi tantangan dari sisi talenta digital. “Perlu ada pelatihan ulang dan peningkatan kapasitas agar benar-benar dapat memenuhi potensi penuh ekonomi digital," katanya.

McKinsey and Company memperkirakan, ahli teknologi di Indonesia hanya 104 juta pada 2030. Sedangkan butuh 113 juta untuk mengimbangi pesatnya pertumbuhan industri ini.

Oleh karena itu, ada kekurangan sembilan juta talenta digital hingga 2030 atau 600 ribu per tahun.

Selain itu, startup pendidikan bersaing dengan raksasa teknologi global seperti Google dan Zoom. CEO BRI Ventures Nicko Widjaja menilai bahwa penyedia aplikasi konferensi video seperti Zoom dan Google Meet lebih diuntungkan selama pandemi corona.

Berdasarkan survei DailySocial dan JakPat, Zoom dan Google Meet lebih banyak digunakan ketimbang Ruangguru. Angkanya tertera pada Databoks berikut:

Tech In Asia melaporkan, startup pendidikan Indonesia menghadapi tiga masalah utama. Pertama, kesediaan atau kemampuan pelanggan membayar layanan terbatas. Kedua, infrastruktur digital tidak memadai di beberapa daerah. Terakhir, minim talenta digital yang relevan.

“Indonesia tertinggal jauh dibandingkan India dan Tiongkok terkait kesediaan membayar,” demikian kata investor modal ventura dikutip dari Tech In Asia, Oktober lalu (2/10).

Terkait tantangan infrastruktur digital, Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mencatat, ada 12.548 desa yang belum terakses internet generasi keempat (4G).

Akses internet pun menjadi salah satu kendala siswa belajar di rumah saat pandemi, sebagaimana Databoks berikut:

Sedangkan Bank Dunia membagi tantangan startup edtech di Indonesia dari dua sisi. Dari sisi permintaan ada empat hambatan yakni masyarakat menolak digitalisasi pendidikan, kesediaan yang rendah untuk membayar, kurangnya literasi digital;  dan minimnya infrastruktur.

Kemudian, dari sisi regulasi, insentif dari pemerintah agar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) bermitra dengan swasta terbatas. “Kurangnya kejelasan tentang peran dan tujuan tata kelola tampaknya menghambat perluasan sektor edtech, karena tingkat dukungan pemerintah yang rendah, baik dari segi pendanaan maupun akuntabilitas,” demikian tertulis dari laporan Bank Dunia.

Halaman:
Reporter: Desy Setyowati, Fahmi Ahmad Burhan
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...