Startup Kesehatan di Indonesia Bersiap Kebanjiran Investasi dan Merger

Desy Setyowati
30 Desember 2020, 17:40
Kans Startup Kesehatan Indonesia Banjir Investasi dan Merger pada 2021
KATADATA/JOSHUA SIRINGO RINGO
Ilustrasi

Peluang Merger dan Akuisisi Startup Kesehatan

Selain pendanaan, ia melihat perusahaan rintisan healthtech berpeluang konsolidasi pada tahun depan. “Merger dan akuisisi merupakan  tindakan percepatan bagi para pemain startup kesehatan agar dapat memenuhi kriteria dan fitur yang lebih lengkap,” kata Edward.

Hal senada disampaikan oleh Eddi. “Konsolidasi akan semakin diminati oleh pendiri startup, mengikuti sektor lain. Ini cara untuk tumbuh dan exit strategy,” ujar dia.

Yang terbaru, Farmaku mengakuisisi DokterSehat pada November lalu. Farmaku menyediakan layanan pembelian obat, sementara DokterSehat merupakan portal informasi kesehatan.

Berdasarkan data Bain and Company, volume pembelian terutang (buyout) startup kesehatan di Asia Pasifik turun dari 88 pada 2018 menjadi 68 pada tahun lalu. Ini karena penurunan aktivitas di Tiongkok. Secara rinci, dapat dilihat pada Bagan di bawah ini:

Volume pembelian terutang (buyout) startup kesehatan di Amerika, Eropa, dan Asia Pasifik
Volume pembelian terutang (buyout) startup kesehatan di Amerika, Eropa, dan Asia Pasifik (Bain and company)

Bain and Company mencatat tiga tren di sektor kesehatan selama tahun ini. Pertama, strategi membeli dan membangun. “Investor berfokus pada konsolidasi rumah sakit dan laboratorium,” demikian dikutip dari laporan yang dirilis Maret lalu.

Kedua, adopsi layanan kesehatan digital yang masif di Asia. Terakhir, inovasi biofarma Tiongkok. “Beijing berinvestasi untuk mendorong ekosistem biofarma lokal,” demikian dikutip.

Tantangan Startup Kesehatan di Indonesia

Sedangkan di Indonesia, startup kesehatan menghadapi sejumlah tantangan, salah satunya regulasi. “Aturannya lebih rigid dibandingkan finansial,” kata CEO BRI Ventures Nicko Widjaja dalam acara media gathering virtual Asosiasi Modal Ventura untuk Startup lndonesia (Amvesindo) bertajuk ‘Mengupas Dinamika dan Tren Pendanaan Startup 2020-2021’, November lalu (2/11).

Hal itu mengingat data kesehatan sangat sensitif. “Kalau regulasi tidak berubah, ya bagaimana?” kata Nicko. “Sangat sulit startup kesehatan untuk meningkatkan skala (bisnis). Mungkin perlu ada sandbox." Sandbox adalah pusat inkubasi atau wadah untuk menguji model bisnis, produk, layanan dan teknologi startup.

Sedangkan Direktur Investasi BRI Ventures William Gozali mengatakan, startup kesehatan di Indonesia lebih berfokus pada kesehatan dan perawatan diri (consumer healthcare) atau berbeda dengan ekosistem di Singapura. Selain itu, ia sepakat bahwa tantangan terbesarnya yakni regulasi.

“Kalau beli barang di e-commerce dan salah, bisa ganti. Tapi kalau produk kesehatan salah, itu mengerikan juga,” kata William.

Meski begitu, pemain di sektor kesehatan masih sedikit sehingga bisnisnya dinilai potensial. “Ada permasalahan-permasalah yang belum terjawab,” ujar dia.

Berdasarkan data Frost and Sullivan, nilai industri kesehatan di Indonesia diperkirakan mencapai US$ 21 triliun pada tahun lalu, meningkat dari US$ 7 triliun saat 2014.

Sedangkan Founder ProSehat dan Chairman Asosiasi Healthtech Indonesia Gregorius Bimantoro mengatakan, ada banyak startup kesehatan yang sedang menggalang pendanaan. Selain itu, penggunaan layanan seperti konsultasi kesehatan virtual meningkat selama pandemi virus corona.

“Tetapi pemanfaatannya belum sebesar yang diharapkan, karena masyarakat Indonesia belum semuanya beralih ke konsultasi virtual,” kata pria yang akrab disapa Bimo itu. Selain itu, “pembiayaan Covid-19 dari pemerintah itu tidak masuk ke healthtech, tetapi layanan offline.”

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...