Pemerintah Target Bisa Simpan Data di Cloud Milik Negara pada 2022
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mengatakan, pemerintah bakal membuat komputasi awan (cloud) milik negara. Infrastruktur berbasis digital itu ditarget rampung pada 2022.
Direktur Jenderal (Dirjen) Aplikasi Informatika Kementerian Kominfo Semuel Abrijani Pangerapan mengatakan, pemerintah memiliki banyak data saat ini dan bakal terus meningkat. Karena itu, pemerintah butuh infrastruktur khusus untuk menyimpan data-data ini, salah satunya melalui komputasi awan (cloud).
"Cloud ini bakal dikelola oleh pemerintah untuk menyimpan data-data strategis dan juga layanan umum,” kata dia saat konferensi pers Forum Merdeka Barat (FMB) 9 di kantornya, Senin (4/11). Hal ini sudah sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE).
Langkah ini juga penting untuk menjaga data-data strategis tetap ada di Tanah Air. Begitu juga dengan penyelenggara sistem elektronik (PSE) atau perusahaan berbasis digital yang ingin menggunakan layanan cloud dari pihak ketiga, maka wajib mengklasifikasikan datanya terlebih dahulu.
(Baca: Platform Transaksi Digital Wajib Terdaftar & Data Center di Indonesia)
Sebab, data strategis tidak boleh ditempatkan di layanan cloud milik pihak ketiga yang berbasis di luar negeri. Data-data itu harus disimpan di cloud milik negara.
Karena itu, infrastruktur milik pemerintah bakal memuat empat pusat data. Namun, Semuel enggan merinci keempat bagian cloud itu.
Dia juga tidak mau menjelaskan terkait anggaran ataupun lokasi cloud pemerintah bakal dibangun. Semuel hanya mengungkapkan bahwa dana investasi itu akan ada di bawah Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). "Kami akan segera informasikan lebih lanjut," katanya.
Sejalan dengan rencana itu, data publik yang ada di luar negeri saat ini harus segera dibawa kembali ke Tanah Air. Perusahaan boleh menyimpan data penting itu di layanan cloud milik pihak ketiga, jika ada persoalan khusus.
(Baca: Menkominfo Dorong Penyederhanaan Jumlah Data Center di Indonesia)
Ia mencontohkan, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menggunakan data-data dari satelit dan peneliti, sehingga informasi itu disimpan di Google Cloud. Toh, pemerintah belum memiliki layanan cloud untuk menyimpan data-data seputar bencana. Apalagi, ketika terjadi bencana, permintaan data cukup tinggi sehingga butuh layanan cloud dengan kapasitas besar.
Tanpa kapasitas penyimpanan data yang besar, situs BMKG bisa eror karena permintaan tinggi. "Kami ingin memproses (data) BMKG itu harus ada di Indonesia. Boleh ditempatkan di cloud tetapi ada di Indonesia," katanya.
Adapun Kominfo telah meresmikan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 soal Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PSTE) pada 10 Oktober 2019 lalu. Regulasi ini menggantikan PP PSTE Nomor 82 Tahun 2012.
Aturan ini membahas beberapa poin seperti soal penyelenggara sistem elektronik, penempatan pusat data, perlindungan data pribadi, autentifikasi situs, pengelolaan nama domain situs, dan lainnya.
(Baca: Saingi Amazon, Alibaba Cloud Luncurkan Data Center di Indonesia)