Kominfo Atur Berbagi Infrastruktur Lewat RPP Turunan UU Cipta Kerja
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menyiapkan rancangan peraturan pemerintah (RPP) turunan Undang-undang atau UU Cipta Kerja. Perusahaan telekomunikasi dan peneliti informasi teknologi berharap, aturan ini dapat mengatasi hambatan pembangunan infrastruktur.
Kebijakan terkait penyewaan infrastruktur pasif seperti gorong-gorong, menara hingga tiang, diatur dalam pasal 20 hingga 24 RPP Pelaksanaan Pos, Telekomunikasi dan Penyiaran (Poltesiar). Penyedia dapat menetapkan tarif sewa dengan mempertimbangkan efisiensi, kondisi pasar, dampak positif keekonomian, dan kepentingan masyarakat.
Sedangkan menteri Kominfo dapat menetapkan pedoman, kriteria, dan/atau tarif batas atas sewa infrastruktur pasif. Ketentuan lebih lanjut terkait hal ini akan diatur oleh menteri Kominfo.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) Merza Fachys mengatakan, RPP tersebut mengamanahkan tugas kepada menteri Kominfo dalam mengatasi hambatan pembangunan infrastruktur. “Salah satunya, kasus tidak terjangkaunya biaya sewa infrastruktur pasif, baik yang dikuasai oleh pelaku usaha maupun pemerintah,” katanya kepada Katadata.co.id, Selasa (12/1).
“Semoga dengan adanya kewenangan ini pada menteri, maka hambatan-hambatan yang ada bisa diselesaikan,” kata Merza.
Selama ini, perusahaan telekomunikasi memang mengeluhkan perihal regulasi pempus dan pemda yang tidak harmonis. Ini menyulitkan mereka untuk membangun Base Transceiver Station (BTS) dan fiberisasi, serta menambah biaya.
"Perlu sinkronisasi regulasi antara pempus dan pemda," ujar Group Head Communication XL Axiata Tri Wahyuningsih kepada Katadata.co.id, Februari 2020 lalu (7/2). Hal senada disampaikan oleh Wakil Direktur Utama Hutchison 3 Indonesia Danny Buldansyah.
Kominfo pun mengatasi persoalan itu lewat RPP Poltesiar, turunan UU Omnibus Law Cipta Kerja. Pasal 25 RPP memang mengatur tentang peran pemerintah pusat (pempus) dan daerah (pemda) dalam menyediakan fasilitas dan/atau kemudahan bagi perusahaan telekomunikasi yang membangun infrastruktur.
Bantuan tersebut tidak terbatas pada pemberian hak perlintasan (right of way), akses atas gedung dan kawasan, pungutan dan/atau retribusi, tarif sewa atau penggunaan aset maupun standardisasi teknis dan teknologi.
Direktur Eksekutif ICT Institute Heru Sutadi pun mengatakan, draf RPP Poltesiar yang ia terima menunjukkan bahwa regulasi ini mengatur secara lengkap. Di dalamnya mengatur kualitas layanan, penggunaan bersama frekuensi hingga migrasi televisi analog ke digital atau analog swicth off (ASO).
Penggunaan spektrum frekuensi radio diatur dalam pasal 44 hingga 68. Pada pasal 48 disebutkan bahwa menteri Kominfo yang menetapkan penggunaan bersama spektrum frekuensi.
Heru menilai, sepanjang evaluasi menteri menggunakan parameter, maka tidak masalah. “Ini harus adil dan transparan. Jadi nanti menteri mempertimbangkan dari hasil evaluasi. Ini agar tidak ada persetujuan berdasar like or dislike terhadap rencana operator yang bermaksud menggunakan frekuensi bersama,” ujar dia kepada Katadata.co.id, Selasa (12/1)
Sedangkan pasal 49 mempertegas bahwa penggunaan bersama frekuensi untuk penerapan teknologi baru. “Rincian soal teknologi baru masih menjadi pertanyaan,” kata Heru. Akan tetapi, “bisa saja diatur misalnya, minimal untuk 4G generasi terbaru baik software maupun hardware.”