Kominfo Akan Atur Blockchain, AI, IoT, hingga Tanda Tangan Digital

Fahmi Ahmad Burhan
29 Maret 2021, 16:16
Antisipasi Risiko Keamanan, Kominfo Akan Atur Blockchain, AI dan IoT
123RF.com
Ilustrasi startup

AI pun kian digandrungi perusahaan. Teknologi AI bahkan menjadi tolok ukur keunggulan komparatif (competitive advantage) dalam bersaing saat ini.

(BACA JUGA: Nasib Indonesia di Tengah Perang Dingin Teknologi Kecerdasan Buatan)

Selain perusahaan, instansi pemerintah mengadopsi AI. Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak misalnya, memakai teknologi ini untuk mengatasi potensi penyalahgunaan (fraud). Lalu, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) mengembangkan AI untuk menangani kebakaran hutan.

Pemerintah pun menyiapkan strategi nasional AI (National AI Strategic). Strategi itu bertujuan menjadi penduan bagi pemerintah dalam menerapkan AI di Tanah Air.

Sama seperti blockchain dan AI, perusahaan yang menjalankan teknologi IoT harus menaati berbagai persyaratan seperti menjalankan usaha sesuai perundang-undangan. Lalu, melapor kepada menteri setiap satu tahun sekali.

Kementerian Kominfo juga sebenarnya mengkaji regulasi terkait IoT sejak 2017 lalu. Kominfo menilai IoT memiliki lima lapisan yakni layanan atau aplikasi; platform, network, device, dan keamanan.

Sedangkan perkembangan IoT juga dianggap memperbesar kekhawatiran tentang potensi peningkatan pelacakan data sensitif atau pribadi. 

Selain ketiga teknologi itu, Kementerian Kominfo memasukkan teknologi yang berisiko tinggi yakni tanda tangan digital. Perusahaan harus memenuhi standar sistem identitas digital jika ingin mengadopsi teknologi ini.

Perusahaan juga harus menjalani audit manajemen. Kemudian memenuhi persyaratan interoperabilitas, dan harus memenuhi ISO tertentu.

Aturan baru itu juga memuat ketentuan yang mewajibkan pendaftaran penyelenggara sistem elektronik (PSE) lingkup privat baik lokal maupun asing. Kewajiban pendaftaran dilakukan melalui Online Single Submission (OSS).

Sebelumnya, juru bicara Kementerian Kominfo Dedy Permadi mengatakan bahwa kementerian mendorong PSE di Tanah Air segera mendaftar melalui sistem yang sudah ada. Pendaftaran bertujuan menjaga ruang digital Indonesia lebih sehat. Selain itu, melindungi warga sebagai pengguna aplikasi. 

Jika PSE tidak mendaftar, pemerintah dapat memutus akses baik dengan memblokir maupun menghapus konten di aplikasi. "PSE yang tidak mendaftar sesuai kebijakan yang berlaku, akan mendapat sanksi administrasi berupa pemutusan akses," kata Dedy dalam siaran pers, Februari lalu (18/2).

Halaman:
Reporter: Fahmi Ahmad Burhan
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...